TEORI SOSIOLOGI AGAMA - PowerPoint PPT Presentation

About This Presentation
Title:

TEORI SOSIOLOGI AGAMA

Description:

TEORI SOSIOLOGI AGAMA oleh : Dr. Fadlil Munawwar Manshur, M.S. Bahan Ajar untuk Matakuliah Teori Sosiologi Agama pada Program Studi Pendidian Islam – PowerPoint PPT presentation

Number of Views:206
Avg rating:3.0/5.0
Slides: 46
Provided by: IAIDC
Category:

less

Transcript and Presenter's Notes

Title: TEORI SOSIOLOGI AGAMA


1
TEORI SOSIOLOGI AGAMA
  • oleh
  • Dr. Fadlil Munawwar Manshur, M.S.

Bahan Ajar untuk Matakuliah Teori Sosiologi
Agama pada Program Studi Pendidian Islam
PROGRAM PASCASARJANA S2 INSTITUT AGAMA ISLAM
DARUSSALAM (IAID) CIAMIS-JAWA BARAT 2012
2
A. PENGERTIAN SOSIOLOGI AGAMA
  • 1. Teori Sosiologi kumpulan paradigma mengenai
    masyarakat dan fenomena masyarakat dengan
    merujuk pada realitas masyarakat dan
    paradigma-paradigma yang digunakan untuk
    menerangkan struktur sosial masyarakat dan
    proses-proses sosialnya (Kinloch, 2005276).
  • 2. Sosiologi agama adalah proses interaktif
    antar-kelompok sosial yang mempengaruhi keyakinan
    dan pemahaman keagamaan individu. Dalam hal ini,
    orang-orang berinteraksi dengan berbagai kelompok
    sosial yang berbeda, dengan orang per orang,
    organisasi, dan preferensi (pilihan) agama.

3
  • 3. Individu mempunyai pengaruh terhadap
    pengalaman dan pemahaman keagamaan untuk
    meningkatkan iman dan religiositas (keberagamaan)
    masyarakat. Sebaliknya, individu juga memiliki
    hak untuk menolak preferensi agama.
  • 4. Preferensi agama (pilihan orang atas suatu
    agama) dipandang penting, terutama dalam
    interaksi antara masyarakat yang satu dengan
    masyarakat yang lain, serta interaksi antara
    individu dengan organisasi.

4
B. OBJEK FORMAL SOSIOLOGI AGAMA
  • 1. Fungsi agama dalam mengembangkan atau
    menghambat kelangsungan hidup, dan fungsi agama
    dalam memelihara kelompok-kelompok dalam
    masyarakat.
  • Bagaimana peranan agama dalam memahami dan
    menyikapi masyarakat yang berbeda-beda tipe.
  • 2. Menganalisis fungsi-fungsi sosial dari tingkah
    laku keagamaan. Banyak akibat sosial yang timbul
    karena tingkah laku keagamaan para pemeluk agama.
    Sekurang-kurangnya ada dua fungsi sosial
  • Fungsi latent (tersembunyi), yaitu fungsi yang
    tidak disengaja, yang dilaksanakan oleh tingkah
    laku institusional.
  • Fungsi manifest (nyata), yaitu fungsi yang
    disengaja, yang memiliki tujuan-tujuan formal
    dari lembaga tersebut (lihat Merton dalam
    Nottingham, 199333).

5
  • 3. Unsur-unsur pokok apakah yang diperlukan untuk
    mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat, dan
    sumbangan apakah yang diberikan oleh agama kepada
    masyarakat tersebut.
  • 4. Bagaimana peranan agama dalam masyarakat
    sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat,
    dan melestarikan (Nottingham, 1993).

6
C. OBJEK MATERIAL SOSIOLOGI AGAMA
  • 1. Individu-individu dalam masyarakat
  • 2. Kelompok-kelompok masyarakat
  • a. Masyarakat terbelakang
  • b. Masyarakat pra-industrial yang sedang
    berkembang.
  • c. Masyarakat industri-sekuler.
  • 3. Lembaga-lembaga keagamaan.
  • a. Ormas keagamaan (NU, Muhammadiyah, Persis,
    dll)
  • b. Lembaga pendidikan keagamaan (pesantren,
    madrasah, dll)
  • c. Lembaga kajian keagamaan (LKiS, pusat-pusat
    studi agama di perguruan tinggi, Islam Liberal,
    dll).

7
D. AGAMA DAN DINAMIKA SOSIAL
  1. John McCarthy dan Mayer Zald (1977) mengatakan
    bahwa gerakan sosial yang mudah diintegrasikan
    dalam mempelajari agama adalah dengan mengetahui
    struktur gerakan perubahan.
  2. Sherkat Darren mengatakan bahwa dalam studi
    kontemporer sosiologi agama dipelajari struktur
    gerakan perubahan yang dapat memobilisasi
    organisasi-organisasi gerakan sosial.

8
  1. Gerakan agama memiliki karakter khas, seperti
    tentang supranatural (salah satu ajaran agama)
    yang bermanfaat setidaknya untuk mereka yang
    percaya terhadap agama.
  2. Manusia menemukan penjelasan tentang arti
    kehidupan - dan bahkan lebih banyak hal kecil
    sangat berharga bagi kehidupan antarmanusia.
    Dalam hal ini, manusia bersedia untuk saling
    membantu dengan manusia lain, misalnya membantu
    dengan waktu, uang, atau sumber daya lain.
  3. Makna hidup bagi manusia sangat berharga jika
    antara manusia satu dengan manusia yang lain
    terbangun sikap saling percaya.

9
  1. Sosialisasi agama adalah proses individu-individu
    untuk memeluk agama yang dipilihnya. Untuk
    memahami perkembangan agama pada tingkat
    individu-individu, kita harus mengetahui
    bagaimana masyarakat memilih agama, dan bagaimana
    mereka berubah. Terutama, pandangan mereka
    tentang agama tidak sama dengan pilihan afiliasi
    keagamaan.
  2. Orang memilih agama adalah untuk mengetahui
    tujuan, arti, dan asal-usul kehidupan. Pilihan
    ini akan membantu memotivasi manusia untuk
    menaati agamanya, untuk berpartisipasi dalam
    ranah publik, dan berafiliasi dengan organisasi
    keagamaan.
  3. Perkembangan dan dinamika pilihan agama seseorang
    dipengaruhi oleh faktor sosial. Dalam membuat
    pilihan agama, agama tidak satu-satunya faktor
    yang diperhitungkan.

10
  • Pilihan agama berbicara tentang tanggapan
    terhadap pengalaman individu atau pengaruh
    sosial. Misalnya, mengetahui perjalanan hidup
    seseorang dalam menyebarluaskan keyakinan agama
    dan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan
    keagamaan.
  • Orang tua, teman, pasangan, dan para sahabat
    dinilai sumber informasi tentang kehidupan
    kolektif. Jaringan ikatan sosial penting dibangun
    untuk menghasilkan perubahan dalam persahabatan
    sosial.
  • Masyarakat yang religius umumnya diperkuat
    melalui pengalaman religius yang sifatnya rutin.
    Pilihan agama sering mendorong seseorang untuk
    beradaptasi dalam menjalankan keberagamaannya.

11
  1. Orang-orang merasa senang dan dekat dengan
    ajaran agama. Mereka menemukan nilai,
    penghargaan, dan perlindungan dari agama. Orang
    yang beragama mengalami perkembangan fluktuatif
    dalam merespons pengaruh sosial.
  2. Dari perspektif sumber daya manusia, pengalaman
    religius membangun manusia menjadi religius.
    Modal manusia beragama adalah memproduksi nilai
    agama dalam sistem sosial. Oleh karena itu,
    manusia memiliki modal dan kemampuan untuk
    mengubah dan menghasilkan nilai-nilai agama.
  3. Teori modal kepemimpinan manusia mampu membangun
    keyakinan agama dan perilaku sosial. Teori ini
    secara eksklusif mengembangkan dinamika
    keagamaan.

12
  1. Orang beragama yang beradaptasi mampu
    mempromosikan perubahan, bukan memproduksi
    sentimen. Adapun orang beragama yang tidak bisa
    beradaptasi cenderung memisahkan dirinya dari
    masyarakat umum. Oleh karena itu, orang
    kadang-kadang condong ke ekspresi keagamaan yang
    bervariasi.
  2. Orang mungkin akan dipaksa atau dibujuk untuk
    mencoba hal baru dalam beragama. Ajaran agama
    jelas terlihat dalam proses pendidikan di sekolah
    keagamaan, misalnya, para siswa lebih cenderung
    memilih ajaran ortodoks dengan setia, walaupun
    secara bersamaan mereka dipaksa untuk menganut
    ideologi sekuler.

13
E. PENGARUH SOSIAL PADA PERILAKU BERAGAMA
  • 1. Perilaku beragama tidak hanya memotivasi orang
    untuk mengonsumsi budaya, tetapi perilaku
    beragama juga memiliki konsekuensi sosial. Oleh
    karena itu, pengamalan ajaran agama mungkin
    didominasi oleh pengaruh sosial.

14
  • 2. Amartya Sen (1973,1993) mengidentifikasi
    tiga jenis pengaruh sosial pada perilaku beragama
    seseorang (a) simpati/antipati, (b) memberikan
    contoh, dan (c) sanksi.
  • 3 Orang sering berpartisipasi dalam
    kelompok-kelompok agama yang menimbulkan simpati
    terhadap perasaan orang lain, meskipun orang lain
    itu tidak mendapat keuntungan dari kegiatan
    kolektifnya.
  • 4. Orang kadang-kadang berpartisipasi dalam
    kelompok-kelompok agama bukan karena keinginan
    kolektif, tetapi sebaliknya, untuk memusuhi orang
    lain sehingga menimbulkan antipati.

15
  • 5. Mengamalkan ajaran agama dapat mencegah orang
    dari hukuman seperti isolasi sosial, kesulitan
    ekonomi, dan tindak kekerasan. Pentingnya
    penghargaan sosial dan sanksi menunjukkan bahwa
    perilaku beragama tidak menentukan tindakan
    religius.
  • 6. Hubungan sosial yang baik akan mempe-ngaruhi
    perkembangan dan dinamika kehidupan beragama.

16
F. PENGARUH SOSIAL
  • 1. Orang tua dan keluarga, dalam perspektif
    budaya dan sejarah, adalah sumber utama informasi
    tentang kekuatan supranatural (ghaib).
  • 2. Orang tua dan kerabat mengajarkan pemahaman
    anak tentang hal-hal supranatural, dan ini
    merupakan sumber informasi yang memiliki
    keunggulan temporal dan afektif - yang keduanya
    penting untuk mempengaruhi perilaku beragama.
    Akan tetapi, banyak studi sosiologi agama
    menyimpulkan bahwa orang tua memiliki komitmen
    agama yang terbatas pada anak-anak.

17
  • 3. Studi sosiologis ini telah tumbuh sebuah
    generasi yang menghargai perbedaan dalam nilai
    dan komitmen. Akan tetapi, di sisi lain telah
    terjadi kesenjangan generasi yang berubah secara
    radikal dalam pemahaman keagamaan mereka.

18
G. ORANG TUA DAN ANAK
  • 1. Penelitian tentang peran orang tua terhadap
    anak-anak telah menunjukkan bahwa pengaruh orang
    tua mendominasi keyakinan agama dan perjalanan
    hidup anak-anaknya.
  • 2. Studi sistematis tentang pengaruh orang tua
    pada perilaku beragama dalam diri anak-anak
    dimulai pada 1937 oleh Newcomb dan Svehla. Hasil
    penelitian mereka membuktikan bahwa ibu memiliki
    andil 34 persen dalam menjelaskan agama terhadap
    anak laki-lakinya, sedangkan pemahaman agama Ibu
    terhadap anak perempuannya mencapai 48 persen.

19
  • 3. Banyak penelitian telah menyimpulkan bahwa
    orang tua memiliki pengaruh besar pada keyakinan
    agama dan perilaku anak-anak. Secara umum,
    penelitian ini mengasumsikan bahwa pengaruh orang
    tua cukup kuat dalam siklus hidup awal
    anak-anaknya.
  • 4. Orang tua yang baik adalah yang mampu
    mem-berikan pengaruh terus-menerus terhadap
    anak-anaknya selama hidup.Peran orang tua adalah
    membantu membentuk hubungan sosial anak-anaknya.
    Tindakan ini dinamakan sosialisasi seumur hidup.
  • 5. Peristiwa yang terjadi dalam kehidupan membuat
    orang tua lebih berpengaruh dalam mencari hikmah
    tentang bagaimana membesarkan anak-anak mereka,
    dan bagaimana menghadapi kehidupan yang keras.

20
  • 6. Dalam tindakan sosialisasi itu, orang tua
    cenderung berfokus pada afiliasi keagamaan dan
    partisipasi anak-anak dalam kehidupan sosialnya.
  • 7. Myers (1996) mengatakan bahwa keyakinan agama
    dan partisipasi sosial merupakan indikator untuk
    membangun religiositas suatu masyarakat.
    Keyakinan ini menghasilkan kesimpulan umum yang
    menyebutkan bahwa ada hubungan antara pemahaman
    agama dengan partisipasi kehidupan beragama.

21
  • 8. Dalam studi Sandomirsky ditunjukkan bahwa
    solidaritas antara orang tua dan anak-anaknya
    dapat memperkuat proses sosialisasi.
  • 9. Ketika orang tua memiliki afiliasi agama yang
    berbeda, anak-anak tidak mengikuti afiliasi
    keagamaan orang tuanya, dan mereka lebih
    cenderung untuk beralih afiliasi keagamaannya
    yang berbeda dengan orang tuanya.
  • 10. Menurut Nelsen (1981), perselisihan orang tua
    dalam keluarga dapat meruntuhkan kebanggaan
    anak-anak dalam beragama.
  • 11. Ketika orang tua mengamalkan nilai-nilai
    agama yang berbeda, maka terjadilah persaingan
    antara orang tua dengan anak-anak dalam
    pengamalan ajaran agama.

22
  • 12. Menurut Collins (1993), kedekatan anak
    terhadap orang tua akan membangun rasa simpati di
    antara kedua belah pihak. Ikatan emosional juga
    dapat melahirkan interaksi dan pemahaman yang
    mendalam antara orang tua dan anak-anak. (asi,
    dialog)
  • 13. Glass (1986) merumuskan teori tentang
    bagaimana faktor dependensi (ketergantungan)
    antara orang tua dan anak yang menyebabkan
    anak-anak dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai
    orang tua, terutama dalam perjalanan kehidupan
    mereka. Sebaliknya, orang tua juga tergantung
    pada anak-anaknya terutama tentang
    informasi-informasi penting dalam kehidupan
    sosial mereka.
  • 14. Besarnya pengaruh timbal balik antara orang
    tua dan anak-anak melebihi tingkat pengaruh
    faktor-faktor lain seperti tingkat pendidikan,
    dinamika keluarga prokreasi (misalnya,
    perkawinan, perceraian, dan pengasuhan), dan
    pengaruh kelompok keagamaan. (bagaimana pengaruh
    timbal balik orang tua anak yang berefek pada
    firqahperceraian)

23
  • 15. Orang tua memiliki pengaruh yang lebih pada
    keyakinan anak-anak di awal perjalanan hidup
    (sebelum dewasa), sementara anak-anak kemudian
    mempengaruhi orang tua mereka sebagai orang
    dewasa. Namun, ketika anak-anak mencapai usia
    tiga puluhan, orang tua sekali lagi menjadi lebih
    berpengaruh.
  • 16. Kemudian dalam perjalanan hidup, orang tua
    menarik anak-anak dewasa kembali ke arah
    keyakinan keagamaan yang lebih konservatif. Pola
    yang sama mungkin dapat dilihat pada Revolusi
    Iran, yaitu kehidupan keagamaan anak-anak muda
    dipimpin oleh orang tua mereka dan kerabat lain
    dalam memilih keyakinan Islam tertentu (aliran
    Syiah).
  • 17. Revolusi Iran dalam perjalanan sejarahnya
    telah menemukan kenyataan sosial bahwa masyarakat
    cenderung lebih memilih moderatisme dalam
    kehidupan keagamaan dan sosial mereka sehingga
    hal ini berpengaruh terhadap pendidikan keagamaan
    anak-anak.

24
H. PENGARUH PASANGAN
  • Menurut Lazerwitz (1998), ikatan perkawinan
    merupakan sumber penting terhadap pengaruh
    perilaku beragama. Pasangan yang religius
    memiliki pengaruh lebih besar terhadap perubahan
    wawasan keagamaan.
  • Perkawinan juga terkait dengan dasar preferensi
    agama, yaitu seseorang yang menganut aliran
    keagamaan tertentu tidak akan menikah dengan
    orang yang tidak dicintainya. Hal ini memberi
    pengaruh terhadap pasangan dalam pilihan
    nilai-nilai keagamaan

25
  1. Menurut McCutcheon (1988), ketika orang memiliki
    preferensi agama yang kuat, dia tidak mungkin
    memilih pasangan yang berbeda agama, tetapi bagi
    mereka yang memiliki preferensi agama yang lemah,
    lebih mungkin untuk menikahi pasangannya yang
    berbeda agama.
  2. Menurut Darnell dan Sherkat (1997), ada orang
    yang memilih pasangan hidup sesuai dengan pilihan
    agamanya, sedangkan yang lain cenderung
    memilihnya sesuai dengan keinginannya.

26
  • Preferensi individu dalam beragama mendorong
    kelompok-kelompok sosial untuk mengembangkan
    hubungan keluarga, pekerjaan, lingkungan, atau
    gerakan sosial.
  • Menurut Lawler (1993), makrostrukturalisme
    mendominasi kerangka kerja dalam teori pertukaran
    sosial. Teori ini berbicara tentang konsepsi
    minimalis dalam memahami motivasi pelaku beragama
    dan membantu mengidentifikasi struktur sosial
    untuk mengetahui pengaruh jaringan pada individu,
    dan pengaruh individu pada jaringan.

27
I. KELUARGA DAN SOSIALISASI
  1. Pada akhir abad ke-20 terlihat sebuah kebingungan
    di bidang penelitian sosiologi, yaitu berupa
    kendala data yang berkaitan dengan hubungan
    pengaruh keluarga terhadap komitmen pada
    keyakinan agama dan sebaliknya.
  2. Secara teoretis, keluarga memberikan pengaruh
    yang berkelanjutan pada perilaku beragama.
  3. Salah satu tugas penting ke depan bagi sosiolog
    agama adalah mulai menguji pengaruh keluarga
    besar, dan pengaruh timbal balik dalam keluarga
    selama hidup.

28
  1. Keluarga tidak hanya menginformasikan keyakinan
    agama dan pemahaman individu, mereka juga
    menyediakan konteks sosial primer tentang pilihan
    agama yang dianutnya.
  2. Dalam konteks hubungan struktural, sering terjadi
    tumpang tindih antara simpati dan sanksi antara
    motivasi dan partisipasi agama, serta antara
    afiliasi agama dan keluarga.
  3. Ikatan keluarga dan perilaku beragama mendorong
    keluarga untuk mengamalkan ajaran agama dengan
    sungguh-sungguh.

29
J. DENOMINASI (NETRALITAS)
  • Di bagian akhir abad ke-20, menjadi modis bagi
    ulama untuk mengklaim bahwa perbedaan-perbedaan
    keagamaan sedang menurun. Artinya, netralitas
    seseorang dalam kehidupan sosial-keagamaan
    menjadi penting.
  • Menurut Finke dan Stark (1992), di satu sisi,
    selalu ada variasi dari kepercayaan dan komitmen
    masyarakat untuk memilih netral dalam perilaku
    beragama. Akan tetapi, di sisi lain, terjadi
    pembentukan gerakan sektarian yang berusaha untuk
    membangun ketegangan dengan masyarakat yang lebih
    luas.

30
  • Meskipun bervarisi, netralitas tetap berjalan
    untuk mentransmisikan (mengalirkan) skema agama.
    Netralitas dipandang sebagai "nonkelompok
    keagamaan". Artinya, netralitas itu berkaitan
    dengan anggota masyarakat yang tidak memilih
    aliran atau kelompok agama tertentu.
  • Menurut Harrison dan Lazerwitz (1982), netralitas
    dapat mempengaruhi orang melalui orientasi
    tertentu terhadap kepercayaan orang lain dan
    tindakan keagamaannya.
  • Menurut Stark dan Bainbridge (1985), konflik
    dalam penentuan sikap netral sering didorong oleh
    literatur keagamaan yang bertentangan dengan
    pandangan masyarakat. Netralitas dapat
    mempengaruhi kaum awam yang hal ini tidak disukai
    oleh kaum elit dan kelompok-kelompok partisan.

31
  1. Menurut Sherkat dan Ellison (1999), netralitas
    juga berperan dalam kegiatan kolektif, sehingga
    memudahkan untuk membangun kohesi sosial dalam
    kelompok-kelompok agama.
  2. Dalam netralitas biasanya dipengaruhi oleh
    berbagai identitas (Dillon 1999a) dari
    kelompok-kelompok agama, tetapi masing-masing
    kelompok itu memiliki pemahaman tentang tema-tema
    keagamaan yang khas.

32
  • Data survai umum sosial menunjukkan bahwa 45
    persen orang Amerika menikah dengan seseorang
    dari latar belakang iman yang sama. Artinya,
    sisanya menikah dengan pasangan yang berbeda iman
    (agama).
  • Menurut Hoffmann dan Miller (1998), dalam hal
    keyakinan yang berbeda, sejumlah studi
    menunjukkan bahwa kepercayaan dan praktik
    keagamaan pasangan itu berbeda secara substansial
    di seluruh kelompok keagamaan. Keyakinan
    keagamaan pasangan memiliki dampak konsekuensi
    yang besar pada pilihan agama masa depan tentang
    partisipasi dan afiliasi keagamaan.
  • Dalam studi keluarga, pengaruh kelompok keagamaan
    cenderung mengabaikan perbedaan antara efek
    keyakinan dan pemahaman agama dengan pengaruh
    sosial.

33
  1. Kelompok agama menyediakan konteks sosial untuk
    anggotanya, misalnya memberi hadiah untuk yang
    berprestasi dan menjatuhkan hukuman bagi yang
    melanggar. Hal ini secara signifikan dapat
    memotivasi partisipasi agama di kalangan
    kelompoknya.
  2. Menurut Harrison dan Lazerwitz (1982), jaringan
    persahabatan, hubungan kerja, jaringan
    lingkungan, dan hubungan kekerabatan dapat
    mengonsolidasikan kongregasi religius. Dalam
    konteks ini, afiliasi kelompok keagamaan adalah
    sebuah pilihan.

34
K. PENGARUH PENDIDIKAN
  • 1. Para sarjana telah lama percaya bahwa
    pendidikan akan mengusir mitos dan takhayul yang
    berkembang dalam masyarakat, tetapi yang lebih
    berbahaya adalah pendidikan akan menghilangkan
    peran agama dalam kehidupan sosial. Para sarjana
    sekuler berpendapat bahwa penelitian ilmiah akan
    mengalahkan ajaran agama karena ajaran agama
    sering dituduh tidak masuk akal.
  • 2. Teori sekularisasi agama secara dominan
    menjelaskan tentang perubahan agama. Menurut
    perspektif ini, pencapaian pendidikan dan
    kualitas penalaran pendidikan sangat penting
    untuk mengusir mitos dan takhayul, dan mengganti
    agama dengan penjelasan ilmiah.

35
  • 3. Teori sekularisasi agama menurut Stark dan
    Finke (2000) menyebutkan bahwa agama tetap
    penting walaupun perannya cenderung menurun.
    Salah satu alasan utama teori ini adalah bahwa
    dalam ilmu dan pendidikan tidak ada penjelasan
    tentang supranatural (hal-hal yang ghaib),
    sedangkan dalam agama ada kepercayaan tentang
    supranatural.

36
  • 4. Menurut Darnell dan Sherkat (1997), organisasi
    keagamaan bisa mengcounter sekularisasi agama
    yang melanda tokoh-tokoh individu dan dapat pula
    mengcounter pendidikan anti-agama yang
    dikembangkan oleh sejumlah lembaga pendidikan.
    Transposisi dari nilai-nilai agama ke dalam
    bidang pendidikan dapat mencegah pendidikan
    sekuler.
  • 5. Pendidikan sekuler di lembaga pendidikan dasar
    dan lembaga pendidikan menengah pada umumnya
    tidak bermusuhan terhadap agama, tetapi dalam
    pendidikan tinggi, sentimen antiagama sudah
    bersifat umum, dan ortodoksi agama dilihat secara
    negatif.

37
  • 6. Di Amerika Serikat menurut Stark dan Finke
    (2000), dalam preferensi agama dan pilihan
    pendidik terbukti bahwa selama beberapa dekade,
    para dosen universitas, para ilmuwan (fisikawan,
    matematikawan, ahli biologi, insinyur, dan
    seterusnya) cenderung mengekspresikan keyakinan
    agama ortodoks dan mempertahankan afiliasi
    keagamaan tertentu.
  • 7. Para profesor di perguruan tinggi dari bidang
    ilmu humaniora dan ilmu sosial jauh lebih rentan
    terhadap ateisme, dan mereka kurang memiliki
    komitmen terhadap organisasi keagamaan. Menurut
    mereka, penelitian dan penemuan ilmiah tidak
    mungkin disandingkan dengan iman (agama) apalagi
    menggantikannya.

38
  • 8. Menurut Hunsberger (1985) dan Johnson (1997),
    tidak mengherankan jika penelitian sistematis
    telah menemukan bahwa pencapaian pendidikan
    mengurangi preferensi bagi agama ortodoks, dan
    sekaligus mempromosikan ateisme. Menariknya,
    Johnson (1997) menemukan bahwa pengaruh
    pendidikan pada keyakinan agama cukup positif dan
    pendidikan juga memiliki dampak positif pada
    kepercayaan dalam kehidupan setelah kematian.
  • 9. Cornwall (1989) menunjukkan bahwa pendidikan
    memiliki dampak positif pada komitmen agama.
    Dalam setiap kasus, hal ini menunjukkan bagaimana
    agama mengcounter pengaruh pendidikan negatif dan
    pengaruh pendidikan sekuler. Secara umum,
    Stolzenberg (1995) menunjukkan bahwa pendidikan
    memiliki dampak positif terhadap ketaatan
    seseorang terhadap ajaran agamanya.

39
  • 10. Menurut Wilson dan Musick (1997), temuan ini
    mencerminkan kenyataan bahwa lebih banyak
    responden berpendidikan lebih mampu
    mempertahankan afiliasi dengan berbagai
    organisasi keagamaan. Memang hubungan antara
    pencapaian pendidikan dan pemahaman agama tidak
    searah.
  • 11. Kelompok agama dengan sistem kepercayaan yang
    kuat mengakui kekuatan korosif pendidikan sekuler
    dan berusaha untuk melindungi anggotanya dari
    kekuatan-kekuatan sosial. Di Barat, umat Katolik
    telah berhasil memenuhi tantangan hegemoni
    Protestan dengan membentuk lembaga pendidikan
    mereka sendiri. Memang, di Amerika Serikat,
    pendidikan Katolik dikembangkan dalam upaya
    terbuka untuk melawan pengaruh masyarakat yang
    didominasi oleh Protestan.

40
  • 12. Menurut Sherkat dan Darnell (1999),
    pendidikan publik menjadi lebih sekuler dan lebih
    terbuka untuk menunjukkan anti-agama. Aktivis
    agama telah memperingatkan orang tua terhadap
    perangkap pendidikan di perguruan tinggi. Orang
    muda yang memiliki keyakinan agama konservatif
    menghindari pendidikan di perguruan tinggi karena
    cenderung mengajarkan teori-teori anti-agama.
  • 13. Hubungan antara pendidikan dan preferensi
    agama adalah penting untuk para sosiolog agama.
    Pertumbuhan dramatis sekolah swasta Protestan dan
    meningkatnya popularitas home schooling di
    Amerika Serikat dapat berdampak besar pada
    preferensi agama konservatif dan organisasi
    keagamaan yang sektarian.
  • 14 Lembaga-lembaga agama dapat menangkal dampak
    dari pendidikan sekuler pada generasi umat masa
    depan.

41
L. RETROSPEKSI DAN PROSPEK
  • Karya yang paling berpengaruh dalam sosiologi
    agama adalah fokus pada tema besar transformasi
    makrokultural, yaitu mekanisme untuk mengelola
    dinamika agama secara inheren pada tingkat
    individu. Perubahan agama hanya akan terjadi jika
    proporsi besar individu mengubah preferensi
    mereka untuk ajaran-ajaran agama dan mengubah
    pilihan agama mereka.
  • Tindakan ideologis terstruktur harus
    dipertahankan melalui proses sosialisasi dan
    pengaruh (Zald, 2000). Untuk memahami hal ini,
    kita harus fokus pada keluarga, ikatan keagamaan,
    jaringan persahabatan, kekerabatan, dan pengaruh
    lembaga lainnya seperti pendidikan. Ini adalah
    ranah bahasan sosialisasi agama.

42
  1. Sementara pendidikan sekuler melemahkan iman
    agama tradisional. Individu agama dan lembaga
    pendidikan agama memberi pengaruh terhadap iklim
    akademis dan pendidikan sekuler yang bermusuhan
    terhadap agama.
  2. Kita mengetahui sedikit-banyak tentang bagaimana
    dampak perceraian dan pilihan agama bagi
    seseorang, tetapi kita sangat sedikit mengetahui
    tentang bagaimana peristiwa perceraian dapat
    mengubah selera agama. Mungkin yang lebih
    penting, tidak ada studi serius tentang bagaimana
    memahami kematian dan penyakit serius berdampak
    terhadap keinginan memilih agama. Studi menangani
    isu-isu ini hubungan antara penuaan, transisi
    kehidupan, pemahaman, dan komitmen terhadap agama.

43
  • 5. Ada proposisi menarik yang menyebutkan bahwa
    model sosialisasi agama dapat menjelaskan
    perbedaan individu dalam religiositas
    (keberagamaan). Perspektif semacam ini mungkin
    menjadi alat yang berharga untuk menjelaskan
    masalah seksualitas dan perbedaan gender dalam
    komitmen keagamaan.

44
DAFTAR PUSTAKA
  • Fenn, Richard K. 2003. The Blackwell Companion to
    Sociology of Religion. Blackwell Publishing,
    Malden and Oxford.
  • Hamilton, Malcolm. 2001. The Socilogy of
    Religion, Theoretical and Comparative
    Perspective. Routledge, London and New York.
  • Kinloch, Graham C. 2005. Perkembangan dan
    Paradigma Utama Teori Sosiologi. Pustaka Setia,
    Bandung.
  • Nottingham, Elizabeth K. 1993. Agama dan
    Masyarakat, Suatu Pengantar Sosiologi Agama.
    P.T. RajaGrafindo Persada.
  • Qardhawy, Yusuf. 1999. Fi Fiqhi al-Aulawiyyât,
    Dirâsatun Jadîdah fi Dhail-Qurân was-Sunnah.
    Maktabah Wahbah, Kairo.
  • Weber, Max. The Sociology of Religion

45
SELESAI
Write a Comment
User Comments (0)
About PowerShow.com