HUKUM PERS - PowerPoint PPT Presentation

1 / 116
About This Presentation
Title:

HUKUM PERS

Description:

HUKUM PERS Fakultas Hukum UMSU Namun, Hinca tetap tidak sependapat dengan Nono. Ia menegaskan,meski melakukan pekerjaan dalam rangka menjalankan peraturan perundang ... – PowerPoint PPT presentation

Number of Views:429
Avg rating:3.0/5.0
Slides: 117
Provided by: EviR
Category:
Tags: hukum | pers | etik | kode

less

Transcript and Presenter's Notes

Title: HUKUM PERS


1
HUKUM PERS
  • Fakultas Hukum
  • UMSU

2
5 Juni 1998awal babakan baru hubungan pers dan
pemerintah di era reformasi.
  • Menteri Penerangan (Menpen) Kabinet Reformasi,
    Muhammad Yunus Yosfiah mengumumkan kebebasan pers
    , dengan pencabutan lima Peraturan Menteri
    Penerangan (Permenpen) Republik Indonesia, al
    tentang

3
  • pembatalan surat izin perusahaan penerbitan pers
    (SIUPP)
  • Pengakuan terhadap Persatuan Wartawan Indonesia
    (PWI) sebagai wadah tunggal
  • Dan Pengurangan waktu relay siaran berita
    nasional dari 14 kali menjadi tiga kali sehari.
  • Permen Nomor 01/Per/ Menpen/1984 Tentang
    Pencabutan SIUPP yang semula dilakukan Deppen,
    akhirnya diganti dengan Permen Nomor 01/
    Per/Menpen /1998, di mana Deppen tidak akan
    membatalkan SIUPP serta Pengurusan SIUPP yang
    menggunakan 16 persyaratan menjadi tiga
    persyaratan saja.

4
  • Deppen tidak akan mencabut SIUPP apabila terjadi
    pelanggaran terhadap Undang-Undang Pokok Pers dan
    kode etik jurnalistik. Pencabutan SIUPP dilakukan
    Departemen Kehakiman melalui proses pengadilan.

5
  • Pada tanggal 23 September 1999 Pemerintah
    mengeluarkan UndangUndang No. 40 Tahun 1999
    tentang Pers (UndangUndang Pers).
  • Harapan insan Pers terhadap UndangUndang No. 40
    tahun 1999 tentang Pers (UndangUndang Pers).
  • bahwa UndangUndang Pers ini dapat menjadi
    sarana perlindungan bagi mereka dalam menjalankan
    profesinya

6
  • Namun.
  • munculnya sejumlah sengketa antara wartawan dan
    perusahaan massa di satu sisi dengan masyarakat
    di sisi lain, dalam bentuk gugatan perdata dan
    tuntutan pidana oleh mereka yang merasa dirugikan
    oleh pemberitaan di media massa, telah mengubah
    harapan hampir sebagian insan pers.

7
  • Satu per satu insan pers yang digugat dan
    dituntut kalah dan justru di sini dasar hukum
    yang digunakan adalah perbuatan melawan hukum
    serta pencemaran nama baik, yang diatur dalam
    Kitab UndangUndang Hukum Perdata (KUHPer) dan
    Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).

8
  • UndangUndang Pers tidak menjadi dasar yang kuat
    bagi insan pers tersebut untuk membela diri
    mereka. Kasus Tommy Winata melawan Koran Tempo
    yang paling populer, di samping kasuskasus
    lainnya.

9
  • Sementara itu
  • Rumusan delik pers tidak pernah muncul dan
    bahkan tidak pernah digunakan dalam sidangsidang
    kasus tersebut.
  • Karena.
  • Hingga saat ini memang masih belum satupun
    rumusan KUHP yang mengatur delik pers secara
    tegas, apalagi bentuk sanksi hukumnya

10
  • Jadi..
  • Hal tsb menimbulkan masalah bagi kepastian
    hukum di bidang fungsi pers, khususnya menyangkut
    perbuatan apa yang dilarang oleh hukum pidana
    beserta mekanisme penegakannya agar selaras
    dengan adanya UndangUndang Pers.

11
Pers adalah
  • lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
    melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi
    mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
    mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam
    bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar,
    serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya
    dengan menggunakan media cetak, media elektronik,
    dan segala jenis saluran yang tersedia. (Pasal 1
    angka 1 UU PERS)

12
fungsi fungsi yang dimainkan oleh pers
  • FUNGSI INFORMASI adalah fungsi pers yang paling
    standar. Munculnya jurnalistik adalah karena
    adanya informasi yang hendak disampaikan oleh
    pihak tertentu kepada khalayak masyarakat.
  • FUNGSI HIBURAN juga cukup penting, karena manusia
    membutuhkan hiburan di sela-sela kehidupannya
    yang serba serius.

13
  • FUNGSI PENDIDIKAN dari pers tak kalah penting,
    karena pada dasarnya manusia membutuhkan berbagai
    tuntunan dan pelajaran dalam hidupnya. Pers
    diharapkan dapat memberikan kontribusi yang baik
    bagi pengembangan kepribadian manusia.
  • FUNGSI KONTROL SOSIAL merupakan fungsi yang
    paling banyak disinggung dalam setiap
    perbincangan mengenai pers. Hal ini disebabkan
    kehidupan manusia tak pernah mencapai kondisi
    ideal seperti yang dicita-citakan setiap agama
    maupun ideologi. Hidup kita dikelilingi oleh
    ketidakadilan, penyimpangan nilai-nilai moral,
    kejahatan yang makin brutal, penindasan, dan
    sebagainya. Di sinilah pers ikut menjalankan
    peran untuk saling mengingatkan sesama manusia.

14
Perusahaan pers
  • Badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha
    pers meliputi perusahaan media cetak, media
    elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan
    media lainnya yang secara khusus
    menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan
    informasi. (Pasal 1 angka 2, UU PERS)

15
  • Bahwa sebagai suatu lembaga, pers dinyatakan
    sebagai lembaga sosial,
  • Namun.
  • tidak dinyatakan dengan tegas bahwa pers adalah
    suatu badan hukum sosial. Hal ini nampak
    tersurat dalam ketentuan tentang perusahaan
    pers.

16
  • Yayasan dan koperasi adalah badan hukum untuk
    kegiatan sosial, sedangkan Perseroan Terbatas
    adalah badan hukum untuk kepentingan komersial.
  • Pada prakteknya, ketidaktegasan fungsi ini juga
    akan berpengaruh terhadap arah pemberitaan dari
    pers, jika bobot komersial dari suatu pemberitaan
    lebih tinggi dari bobot sosialnya, maka proporsi
    sensasi dalam suatu berita jelas akan
    mendominasi. Dan berita yang mengutamakan sensasi
    serta daya jual, biasanya rawan pelanggaran
    hukum.

17
  • Fungsi pers adalah melakukan komunikasi massa
    melalui kegiatan jurnalistik.

18
Komunikasi
  • sebuah proses interaksi untuk berhubungan dari
    satu pihak ke pihak lainnya, yang pada awalnya
    berlangsung sangat sederhana dimulai dengan
    sejumlah ide-ide yang abstrak atau pikiran dalam
    otak seseorang untuk mencari data atau
    menyampaikan informasi yang kemudian dikemas
    menjadi sebentuk pesan untuk kemudian disampaikan
    secara langsung maupun tidak langsung menggunakan
    bahasa berbentuk kode visual, kode suara, atau
    kode tulisan.

19
Bentuk Komunikasi
  • A. Komunikasi Interpersonal (Two-way
    communication)
  • Komunikasi yang terjadi antara dua orang
    atau lebih yang melakukan interaksi, dimana umpan
    balik dapat segera diketahui, kegiatan komunikasi
    ini dilakukan secara tatap muka maupun dengan
    tidak tatap muka, contoh ngobrol, diskusi, rapat,
    wawancara

20
  • B. Komunikasi Antarpersonal (One-way
    communication)
  • Komunikasi yang terjadi antara dua orang
    atau lebih tanpa melakukan interaksi, lalu umpan
    balik dapat tidak ada, kegiatan komunkasi ini
    dilakukan secara tatap muka maupun dengan tidak
    tatap muka, contoh briefing, khotbah, kuliah
    jarak jauh.

21
Komunikasi Massa (Mass Communication)
  • Komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang
    ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar,
    heterogen, dan anonim melalui media cetak atau
    elektronis sehingga pesan yang sama dapat
    diterima secara serentak dan sesaat. Contohnya
    Pers, atau TV.

22
  • Pada hakikatnya materi komunikasi massa adalah
    berita dan bukan lain lain bentuk materi.
  • Hal ini tidak terlepas obyek dari komunikasi
    massa itu sendiri yaitu, informasi yang bersifat
    satu /sama, bagi subyek yang berbeda beda.

23
berita
  • suatu informasi tentang kejadian pada waktu
    tertentu.
  • Perbedaan hanya pada cara penyampaian, jenis
    media massa dan jumlah, isi dan jenis berita.

24
jurnalistik
  • kegiatan untuk melakukan pengumpulan, penulisan,
    pengolahan, penyuntingan dan pemuatan sejumlah
    data yang akan dipublikasikan melalui jenis media
    massa tertentu.
  • Media massa adalah media yang dipergunakan untuk
    melakukan komunikasi massa.

25
Ketentuan Dasar Delik Pers sebagai Delik
PidanaPers sebagai Obyek Hukum Pidana
  • Delik pers disebut juga sebagai Tindak Pidana
    Pers, yaitu suatu tindak pidana yang berkaitan
    dengan fungsi pers.

26
Unsur Perbuatan (peristiwa pidana).
  • Niat
  • Perbuatan
  • Perbuatan telah selesai dilakukan
  • Jadi.. sebagai suatu perbuatan / tindak
    pidana, maka pers dirumuskan sebagai salah satu
    obyek Hukum Pidana.

27
Pers sebagai Subyek Hukum Pidana
  • Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengenal subjek
    hukum yaitu orang (Pribadi Kodrati). Timbul
    pemahaman baru mengenai subjek hukum pidana ini
    yang diawali dengan pemikiran terhadap suatu
    perkumpulan orang yang melakukan kegiatan hukum.
    Subjek hukum ini dikenal sebagai Badan Hukum
    (Pribadi Hukum),

28
  • sehingga dengan demikian muncul permasalahan
    apakah bisa suatu badan hukum diajukan sebagai
    pelaku tindak pidana ? Hal ini menyangkut doktrin
    dalam hukum pidana, yaitu "actus non facit reum,
    nisi mens sit rea" alias "an act does not make a
    person guilty, unless his mind is guilty"
    (seseorang tidak dianggap bersalah karena
    niatnya).

29
  • yang memiliki niat adalah orang dan bukan badan
    hukum,
  • namun.
  • doktrin ini kini dikalahkan oleh dapat
    dipidananya korporasi.Pandangan hukum pidana yang
    tidak menghendaki bahwa badan hukum dapat menjadi
    subjek hukum pidana tidak lagi digunakan.

30
  • Pada Undang-undang tentang Kegiatan Subversif
    (UU.No.11/PNPS/Tahun 1963) badan hukum dapat
    dijadikan sebagai subjek hukum pidana. Akan
    tetapi dalam hal menerima sanksi pidana, sanksi
    pidana yang dapat dijatuhkan padanya hanya berupa
    denda sedangkan bila terdapat juga sanksi
    kurungan atau penjara maka yang menerimanya
    adalah orang yang menjadi pengurus yang mewakili
    badan hukum tersebut dalam bertindak hukum.

31
subyek hukum pers
  • Wartawan yaitu orang yang secara teratur
    melaksanakan kegiatan jurnalistik.
  • Perusahaan pers
  • Organisasi Pers

32
Ruang Lingkup Delik Pers dalam Hukum Pidana
  • Hukum pidana Indonesia dibagi menjadi 2 bidang
    yaitu
  • a. Hukum Pidana Materiil
  • Hukum pidana materiil berisi tentang
    ketentuan-ketentuan pidana berupa sanksi-sanksi
    pidananya.
  • b. Hukum Pidana Formil/Hukum Acara Pidana
  • Hukum pidana formil merupakan
    ketentuan-ketentuan bagaimana pelaksanaan proses
    pemeriksaan terhadap suatu tindak pidana. Proses
    itu dimulai dari Penyelidikan, Penyidikan dan
    Pemeriksaan di Pengadilan.

33
  • Dengan demikian ruang lingkup delik pers dalam
    hukum pidana adalah termasuk dalam hukum pidana
    materiil.

34
  • Dalam pembahasan penerapan hukum pidana dikaitkan
    dengan tindak pidana di bidang pers, perlu untuk
    diketahui terlebih dahulu bahwa di dalam doktrin
    hukum pidana Indonesia, untuk dapat digolongkan
    sebagai suatu perbuatan pidana maka suatu
    perbuatan itu haruslah masuk ke dalam ruang
    lingkup pidana.

35
  • Hukum pidana materiil mempunyai ruang lingkup
    pada apa yang disebut PERISTIWA PIDANA
    ("STRAFBAARHEID").

36
Peristiwa Pidana ini mempunyai unsur-unsur
  • 1. Sikap tindak atau perikelakuan manusia.
  • Peristiwa pidana merupakan suatu sikap
    tindak atau perikelakuan manusia. Hal ini
    dikaitkan dengan pengertian bahwa yang menjadi
    subjek hukum pidana adalah manusia sebagai
    pribadi kodrati.

37
  • 2. Masuk lingkup laku perumusan kaedah hukum
    pidana, yang dikaitkan dengan Asas Legalitas
    (Pasal 1 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
    (KUHP)) yang pengertiannya
  • "Tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana
    selain telah ada kekuatan ketentuan
    perundang-undangan pidana yang mendahuluinya".

38
  • 3. Melanggar hukum kecuali bila ada dasar
    pembenar.
  • 4. Didasarkan pada kesalahan kecuali bila ada
    dasar peniadaan kesalahan.

39
Asas Legalitas (Pasal 1 ayat 1 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana)
  • Asas legalitas tercantum di dalam Pasal 1 ayat 1
    KUHP yang dirumuskan dalam bahasa latin berbunyi
    "Nullum delictum nulla poena sine praevia legi
    poenali", bila diartikan ke dalam bahasa
    Indonesia adalah "Tidak ada delik, tidak ada
    pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluiya",
    atau dengan kalimat sederhana "Tiada suatu
    perbuatan yang dapat dipidana selain telah ada
    kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang
    mendahuluinya".

40
  • Dengan demikian kita tidak dapat menjatuhkan
    suatu pidana terhadap suatu perbuatan yang belum
    ditetapkan suatu peraturan perundang-undangan
    sebagai suatu tindak pidana.
  • Oleh karena rumusan delik pers dalam hukum pidana
    merupakan hal yang baru dan belum diatur secara
    khusus dalam suatu peraturan perundang-undangan
    tentang hal ini, apalagi Undang Undang Pers.
  • Dan apabila hal itu dinyatakan begitu saja
    sebagai delik pers, maka hal ini dapat
    menimbulkan keraguan di dalam penggunaannya.

41
  • tetapi untuk adanya kepastian hukum dan
    perlindungan hukum jenis jenis penyalahgunaan
    fungsi pers, maka dapat dilakukan suatu usaha
    Interpretasi Ekstentif yang merupakan pemikiran
    secara meluas serta terbatas dari peraturan
    perundang-undang yang berlaku positif yang dapat
    dikaitkan dengan penyalahgunaan fungsi pers serta
    usaha analogi terhadap hukum positif yang ada
    untuk digunakan norma-norma hukumnya bagi
    penerapan delik pers.

42
  • Usaha interpretasi ekstentif yang dilakukan tidak
    hanya sebatas pada peraturan-peraturan yang ada
    di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana saja
    akan tetapi juga terhadap hukum-hukum positif
    yang berlaku di Indonesia yang mempunyai aspek
    pidana.

43
Ketentuan Hukum Pidana Yang berhubungan dengan
Media Massa
  • Mengingat hingga saat ini, rumusan yang baku dan
    tepat mengenai delik pers belum ada, maka dalam
    kaitannya dengan delik pidana yang diatur dalam
    KUHP akan dicari hubungan yang sesuai dengan
    delik ini, khususnya pasal pasal mengenai
    komunikasi, penyebaran informasi dan media massa,
    yang terdiri dari jenis - jenis

44
  • Delik Kebencian (Haatzaai Arikelen)
  • Delik Penghinaan (Pencemaran Nama Baik)
  • Delik Penyebaran Kabar Bohong
  • Delik Kesusilaan
  • Pertanggungjawaban Penerbitan

45
Sedangkan jenis jenis ketentuan tindak pidana
yang berhubungan dengan media massa tersebut,
dapat disebutkan sebagai berikut
  • I. Pembocoran Rahasia Negara
  • Pasal 112
  • Barang siapa dengan sengaja mengumumkan
    surat-surat, berita-berita atau
    keterangan-keterangan yang diketahuinya bahwa
    harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, atau
    dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya
    kepada negara asing, diancam dengan pidana
    penjara paling lama tujuh tahun.

46
  • II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara
  • Pasal 113
  • Barang siapa dengan sengaja, untuk
    seluruhnya atau sebagian mengumumkan, atau
    memberitahukan maupun menyerahkan kepada orang
    yang tidak berwenang mengetahui, surat-surat,
    peta-peta, rencana-rencana, gambar-gambar, atau
    benda-benda yang bersifat rahasia dan
    bersangkutan dengan pertahanan atau keamanan
    Indonesia terhadap serangan dari luar, yang ada
    padanya atau yang isinya, bentuknya atau
    susunannya benda-benda itu diketahui olehnya
    diancam pidana penjara paling lama empat tahun.

47
  • Jika surat-surat atau benda-benda ada pada yang
    bersalah atau pengetahuannya tentang itu karena
    pencariannya, pidananya dapat ditambah sepertiga.

48
  • III. Penghinaan Terhadap Presiden dan Wakil
    Presiden. (putusan MK nomor 013-022/PUU-IV/2006.
    Berdasarkan putusan tersebut delik penghinaan
    terhadap kepala negara yaitu pasal 134, 136 bis,
    dan 137 KUHP telah dinyatakan bertentangan dengan
    UUD Negara RI Tahun 1945 dan dinyatakan tidak
    mempunyai kekuatan hukum yang mengikat).
  • a. Pasal 134
  • Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden
    dan Wakil Presiden diancam dengan pidana paling
    lama enam tahun, atau pidana denda paling banyak
    empat ribu lima ratus rupiah.

49
  • b. Pasal 136 bis
  • Pengertian penghinaan sebagaimana dimaksudkan
    dalam pasal 134 mencakup juga perumusan perbuatan
    dalam pasal 135, jika hal itu dilakukan diluar
    kehadiran yang dihina, baik dengan tingkah laku
    di muka umum, maupun tidak di muka umum dengan
    lisan atau tulisan, namun dihadapan lebih dari
    empat orang atau dihadapan orang ketiga,
    bertentangan dengan kehendaknya dan oleh karena
    itu merasa tersinggung.

50
  • c. Pasal 137
  • (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan,
    atau menempelkan di muka umum tulisan yang berisi
    penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden,
    dengan maksud supaya isi penghinaan diketahui
    atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan
    pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan
    denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

51
  • (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan pada
    waktu menjalankan pencariannya, dan pada saat itu
    belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
    yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu
    juga, maka terhadapnya dapat dilarang menjalankan
    pencarian tersebut.

52
  • IV. Penghinaan Terhadap Raja atau Kepala Negara
    Sahabat
  • Pasal 142
  • Penghinaan dengan sengaja terhadap raja yang
    memerintahkan atau kepala negara sahabat, diancam
    dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
    pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
    rupiah.

53
  • V. Penghinaan Terhadap Wakil Negara Asing
  • a. Pasal 143
  • Penghinaan dengan sengaja terhadap wakil
    negara asing di Indonesia, diancam dengan pidana
    penjara paling lama lima tahun atau pidana paling
    banyak empat ribu lima ratus rupiah.

54
  • b. Pasal 144
  • (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan
    atau menempelkan di muka umum tulisan atau
    lukisan yang berisi penghinaan terhadap raja yang
    memerintah, atau kepala negara sahabat, atau
    wakil negara asing di Indonesia dalam pangkatnya,
    dengan maksud supaya penghinaan itu diketahui
    oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling
    lama sembilan bulan atau pidana denda paling
    banyak empat ribu lima ratus rupiah.

55
  • (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu
    pada waktu menjalankan pencariannya, dan pada
    saat itu belum lewat dua tahun sejak ada
    pemidanaan yang tetap karena kejahatan semacam
    itu juga, ia dapat dilarang menjalankan pencarian
    tersebut.

56
  • VI. Permusuhan, Kebencian atau penghinaan
    terhadap Pemerintah
  • a. Pasal 154
  • Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan
    permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap
    Pemerintah Indonesia, diancam dengan pidana
    penjara paling lama tujuh tahun atau pidana denda
    paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

57
  • b. Pasal 155
  • (1) Barang siapa di muka umum mempertunjukkan
    atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka
    umum yang mengandung pernyataan perasaan
    permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap
    Pemerintah Indonesia, dengan maksud supaya isinya
    diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam
    dengan pidana penjara paling lama empat tahun
    enam bulan atau pidana denda paling banyak empat
    ribu lima ratus rupiah.

58
  • (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan
    tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan
    pada saat itu belum lewat lima tahun sejak
    pemidanaannya menjadi tetap karena melakukan
    kejahatan semacam itu juga, yang bersangkutan
    dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut.

59
  • VII. Pernyataan perasaan permusuhan, kebencian
    atau penghinaan golongan
  • a. Pasal 156
  • Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan
    permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap
    suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia,
    diancam dengan pidana penjara paling lama empat
    tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu
    lima ratus rupiah.

60
  • b. Pasal 157
  • (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan
    atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka
    umum, yang isinya mengandung pernyataan
    permusuhan, kebencian atau penghinaan diantara
    atau terhadap golongan-golongan rakyat Indonesia,
    dengan maksud supaya isinya diketahui oleh umum,
    diancam dengan pidana penjara paling lama dua
    tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak
    empat ribu lima ratus rupiah.

61
  • (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan
    tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan
    pada saat itu belum lewat lima tahun sejak
    pemidanaannya menjadi tetap karena kejahatan yang
    semacam itu juga, yang bersangkutan dapat
    dilarang menjalankan pencarian tersebut.

62
  • VIII. Perasaan permusuhan, penyalahgunaan atau
    penodaan agama
  • Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya
    lima tahun, barang siapa dengan sengaja di muka
    umum mengeluarkan perasaan atau perbuatan
  • (a) Yang pada pokoknya bersifat permusuhan,
    penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama
    yang dianut di Indonesia.
  • (b) Dengan maksud agar orang tidak menganut
    agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan
    Yang Maha Esa. (Pasal 156a)

63
  • IX. Penghasutan
  • a. Barang siapa di muka umum lisan atau
    tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan
    pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa
    umum atau tidak menuruti baik ketentuan
    undang-undang maupun perintah jabatan yang
    diberikan berdasarkan ketentuan undang-undang,
    diancam dengan pidana penjara paling lama enam
    tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu
    lima ratus rupiah. (pasal 160)

64
  • b. (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan
    atau menempelkan di muka umum tulisan yang
    menghasut supaya melakukan perbuatan pidana,
    menentang penguasa umum dengan kekerasan, atau
    menentang sesuatu hal lain seperti tersebut dalam
    pasal diatas, dengan maksud supaya isi yang
    menghasut diketahui atau lebih diketahui oleh
    umum, diancam dengan pidana penjara paling lama
    empat tahun atau pidana denda paling banyak empat
    ribu lima ratus rupiah.

65
  • (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan
    tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan
    pada saat itu belum lewat lima tahun sejak
    pemidanaanya menjadi tetap karena melakukan
    kejahatan semacam itu juga, yang bersangkutan
    dilarang menjalankan pencarian tersebut. (Pasal
    161)

66
  • X. Penawaran tindak pidana
  • a. Barang siapa di muka umum dengan lisan atau
    tulisan menawarkan untuk memberi keterangan,
    kesempatan atau sarana guna melakukan tindak
    pidana, diancam dengan pidana penjara paling lama
    sembilan bulan atau pidana denda paling banyak
    empat ribu lima ratus rupiah. (pasal 162)

67
  • b. (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan
    atau menempelkan di muka umum tulisan yang berisi
    penawaran untuk memberi keterangan, kesempatan
    atau sarana guna melakukan tindak pidana dengan
    maksud supaya penawaran itu diketahui atau lebih
    diketahui oleh umum, diancam dengan pidana
    penjara paling lama empat bulan dua minggu atau
    pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
    rupiah.
  • (2) Jika merasa bersalah melakukan kejahatan
    tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan
    pada saat itu belum lewat lima tahun sejak
    pemidanaannya menjadi tetap karena kejahatan
    semacam itu juga yang bersangkutan dapat dilarang
    menjalankan pencarian tersebut. (pasal 163)

68
  • XI. Penghinaan terhadap penguasa atau badan umum
  • Barang siapa dengan sengaja di muka umum
    dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa
    atau badan umum yang ada di Indonesia, diancam
    dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam
    bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
    lima ratus rupiah.(pasal 207)

69
  • Catatan khusus MK tentang Pasal 207 KUHP dalam
    putusannya No 013-022/PUU-IV/2006 bahwa dalam hal
    pemberlakuan Pasal 207 KUHP, Mahkamah Konstitusi
    berpendapat bahwa penuntutan terhadapnya hanya
    dilakukan atas dasar pengaduan. Dengan kata lain,
    Mahkamah Konstitusi menempatkan Pasal 207 ini
    sebagai delik aduan. Aparat penegak hukum baru
    bisa memproses pelanggaran atas Pasal 207 ini
    setelah ada pengaduan dari penguasa.

70
  • (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau
    menempelkan di muka umum suatu tulisan atau
    lukisan yang memuat penghinaan terhadap penguasa
    atau badan umum yang ada di Indonesia dengan
    maksud supaya isi yang menghina itu diketahui
    atau lebih diketahui umum, diancam dengan pidana
    penjara paling lama empat bulan atau pidana denda
    paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
  • (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan
    tersebut dalam pencariannya ketika itu belum
    lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang
    menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga
    maka yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan
    pencarian tersebut. (Pasal 208)

71
  • XII. Pelanggaran kesusilaan
  • (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan
    atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran
    atau benda yang telah diketahui isinya melanggar
    kesusilaan, barang siapa dengan maksud untuk
    disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di
    muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda
    tersebut, memasukkannya ke dalam negeri,
    meneruskannya mengeluarkannya dari negeri, atau
    memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara
    terang-terangan atau dengan mengedarkan surat
    tanpa diminta, menawarkan atau menunjukkannya
    sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana
    penjara paling lama satu tahun enam bulan atau
    pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
    rupiah.

72
  • (2) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau
    menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau
    benda yang melanggar kesusilaan, ataupun barang
    siapa dengan maksud untuk disiarkan,
    dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum,
    membikin, memasukkan ke dalam negeri, meneruskan
    mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki
    persediaan, atau barang siapa secara
    terang-terangan atau dengan mengedarkan surat
    tanpa diminta, menawarkan atau menunjuk sebagai
    bisa diperoleh, diancam jika ada alasan kuat
    baginya untuk menduga bahwa tulisan, gambaran,
    atau benda itu melanggar kesusilaan, dengan
    pidana paling lama sembilan bulan atau pidana
    denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

73
  • (3) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan
    tersebut dalam ayat pertama sebagai pencarian
    atau kebiasaan, dapat dijatuhkan pidana penjara
    paling lama dua tahun delapan bulan atas pidana
    denda paling banyak tujuh puluh lima ribu
    rupiah.. (Pasal 282)

74
  • XIII. Penyerangan/ pencemaran kehormatan atau
    nama baik seseorang
  • a. (1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan
    nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu
    hal, yang maksudnya terang supaya hal itu
    diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan
    pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
    denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
  • (2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan
    atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau
    ditempel di muka umum, maka diancam karena
    pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling
    lama satu tahun empat bulan atau pidana denda
    paling lama empat ribu lima ratus rupiah.
  • (3) Tidak merupakan pencemaran atau
    pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas
    dilakukan demi kepentingan umum atau karena
    terpaksa untuk membela diri. (Pasal 310)

75
  • b. (1) Jika yang melakukan kejahatan pencemaran
    atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk
    membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak
    membuktikannya, dan tuduhan dilakukan
    bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia
    diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara
    paling lama empat tahun.
  • (2) Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35
    No. 1-3 dapat dijatuhkan. (Pasal 311)

76
  • c. Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak
    bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang
    dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum
    dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang
    itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau
    dengan surat yang dikirim atau diterimakan
    kepadanya, diancam karena penghinaan ringan
    dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua
    minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu
    lima ratus rupiah. (Pasal 315)
  • d. Pidana yang ditentukan dalam pasal-pasal
    sebelumnya dalam bab ini, ditambah dengan
    sepertiga jika yang dihina adalah seorang pejabat
    pada waktu atau karena menjalankan tugasnya yang
    sah. (Pasal 316)

77
  • XIV. Pemberitaan Palsu
  • (1). Barang siapa dengan sengaja mengajukan
    pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada
    penguasa, baik secara tertulis maupun untuk
    dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan
    atau nama baiknya terserang, diancam karena
    melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara
    paling lama empat tahun.
  • (2) Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No.
    1-3 dapat dijatuhkan. (Pasal 317)

78
  • XV. Penghinaan atau pencemaran orang mati
  • (1) Barang siapa terhadap seseorang yang
    sudah mati melakukan perbuatan yang kalau orang
    itu masih hidup akan merupakan pencemaran atau
    pencemaran tertulis, diancam dengan pidana
    penjara paling lama empat bulan dua minggu atau
    pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
    rupiah.
  • (2) Kejahatan ini tidak dituntut kalau tidak
    ada pengaduan dari salah seorang keluarga sedarah
    maupun semenda dalam garis lurus atau menyimpang
    sampai derajat kedua orang yang mati itu, atau
    atas pengaduan suami (istrinya).
  • (3) Jika karena lembaga matriarkhal kekuasaan
    bapak dilakukan oleh orang lain dari pada bapak,
    maka kejahatan juga dapat dituntut atas pengaduan
    orang itu. (Pasal 320)

79
  • (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau
    menempelkan di muka umum tulisan atau gambaran
    yang isinya menghina bagi orang yang sudah mati
    mencemarkan namanya, dengan maksud supaya isi
    surat atau gambar itu diketahui atau lebih
    diketahui oleh umum, diancam dengan pidana
    penjara paling lama satu bulan dua minggu atau
    pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
    rupiah.
  • (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan
    tersebut dalam menjalankan pencariannya,
    sedangkan ketika itu belum lampau dua tahun sejak
    adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena
    kejahatan semacam itu juga, maka dapat dicabut
    haknya untuk menjalankan pencarian tersebut.
  • (3) Kejahatan ini tidak dituntut kalau tidak ada
    pengaduan dari orang yang ditunjuk dalam pasal
    319 dan pasal 320, ayat kedua dan ketiga. (Pasal
    321)

80
  • XVI. Pelanggaran hak ingkar
  • (1) Barang siapa dengan sengaja membuka
    rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan
    atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang
    dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama
    sembilan bulan atau pidana denda paling banyak
    sembilan ribu rupiah.
  • (2) Jika kejahatan dilakukan terhadap
    seseorang tertentu, maka perbuatan itu hanya
    dituntut atas pengaduan orang itu. (Pasal 322)

81
  • XVII. Penadahan Penerbitan dan Percetakan
  • a. Barang siapa menerbitkan sesuatu tulisan atau
    sesuatu gambar yang karena sifatnya dapat diancam
    dengan pidana, diancam dengan pidana penjara
    paling lama satu tahun empat bulan atau pidana
    kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda
    paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika
  • 1. Si pelaku tidak diketahui namanya dan juga
    tidak diberitahukan namanya oleh penerbit pada
    peringatan pertama sesudah penuntutan berjalan
    terhadapnya.
  • 2. Penerbit sudah mengetahui atau patut menduga
    bahwa pada waktu tulisan atau gambar itu
    diterbitkan, Si pelaku itu tak dapat dituntut
    atau akan menetap di luar Indonesia. (Pasal 483)

82
  • b. Barang siapa mencetak tulisan atau gambar yang
    merupakan perbuatan pidana, diancam dengan pidana
    paling lama satu tahun empat bulan atau pidana
    kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda
    paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika
  • Orang yang menyuruh mencetak barang tidak
    diketahui, dan setelah ditentukan penuntutan,
    pada teguran pertama tidak diberitahukan olehnya
  • 2. Pencetak mengetahui atau seharusnya menduga
    bahwa orang yang menyuruh mencetak pada saat
    penerbitan, tidak dapat dituntut atau menetap di
    luar Indonesia. (Pasal 484)

83
  • XVIII. Penanggulangan kejahatan
  • Pidana yang ditentukan dalam pasal 134-138,
    142-144, 207, 208, 310-321, 483 dan 484 dapat
    ditambah sepertiga, jika yang bersalah ketika
    melakukan kejahatan belum lewat lima tahun sejak
    menjalani untuk seluruhnya atau sebagian pidana
    penjara yang dijatuhkan kepadanya karena salah
    satu kejahatan yang diterangkan pada pasal itu,
    atau sejak pidana tersebut baginya sama sekali
    telah dihapuskan atau jika pada waktu melakukan
    kejahatan kewenangan menjalankan pidana tersebut
    daluwarsa. (Pasal 488)

84
  • XIX. Pelanggaran Ketertiban Umum
  • Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga
    bulan, dan atau pidana paling banyak lima belas
    ribu rupiah.
  • Barang siapa mengumumkan isi apa yang ditangkap
    lewat pesawat radio yang dipakai olehnya atau
    yang ada dibawah pengurusnya, yang sepatutnya
    harus diduganya bahwa itu tidak untuk dia atau
    untuk diumumkan, maupun diberitahukannya kepada
    orang lain jika sepatutnya harus diduganya bahwa
    itu akan diumumkan dan memang lalu disusul dengan
    pengumuman.
  • 2. Barang siapa mengumumkan berita yang ditangkap
    lewat pesawat penerima radio, jika ia sendiri,
    maupun orang dari mana berita itu diterimanya,
    tidak berwenang untuk itu. (Pasal 519 bis)

85
  • b. Diancam dengan pidana kurungan paling lama dua
    bulan atau pidana denda paling banyak tiga ribu
    rupiah.
  • 1. Barang siapa ditempat untuk lalu lintas umum
    dengan terang-terangan mempertunjukkan atau
    menempelkan tulisan dengan judul kulit, atau isi
    yang dibikin terbaca maupun gambar atau benda
    yang mampu membangkitkan nafsu birahi remaja.
  • 2. Barang siapa ditempat untuk lalu lintas umum
    dengan terang-terangan memperdengarkan isi
    tulisan yang mampu membangkitkan nafsu birahi
    para remaja.

86
  • 3. Barang siapa secara terang-terangan atau
    diminta menawarkan suatu tulisan, gambar atau
    barang yang dapat merangsang nafsu birahi para
    remaja maupun secara terang-terang atau dengan
    menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk
    sebagai bisa didapat, tulisan atau gambar yang
    dapat membangkitkan nafsu birahi para remaja.
  • 4. Barang siapa menawarkan, memberikan untuk
    terus atau sementara waktu, menyerahkan atau
    memperlihatkan gambar atau benda yang demikian,
    pada seorang yang belum dewasa dan dibawah umur
    tujuh belas tahun. Barang siapa memperdengarkan
    isi tulisan yang demikian dimuka seseorang yang
    belum dewasa dan dibawah umur tujuh belas tahun.
    (Pasal 533)

87
  • c. Barang siapa terang-terangan mempertunjukkan
    sesuatu sarana untuk menggugurkan kandungan
    maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta
    menawarkan, ataupun secara terang-terangan atau
    dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk
    sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan
    yang demikian itu, diancam dengan pidana kurungan
    paling lama tiga bulan atau pidana denda paling
    banyak empat ribu lima ratus rupiah.

88
Persoalan Lex Specialis dari Undang Undang Pers
terhadap Hukum Pidana
  • Perdebatan apakah Undang - Undang Pers dapat
    digunakan sebagai lex specialis dari Kitab
    Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dalam kasus
    pencemaran nama baik, penghinaan dan fitnah,
    masih terus berlangsung dan belum menemukan titik
    temu.

89
  • Sementara, jumlah jurnalis yang terkena jerat
    pasal itu kian bertambah. Jurnalis dari beberapa
    media memang dijerat dengan pasal-pasal pidana
    dalam KUHP, khususnya pasal pencemaran nama baik
    dan penghinaan akibat berita yang ditulisnya. Hal
    itu, ditambah dengan derasnya gugatan perdata
    pada media massa.

90
  • Pendapat bahwa UU Pers merupakan merupakan lex
    specialis dari KUH Pidana, dilontarkan oleh Hinca
    IP Panjaitan dan Amir Effendi Siregar. Kedua
    anggota Dewan Pers yang menjadi pembicara dalam
    acara itu secara tegas menyatakan UU Pers
    merupakan lex specialis dari KUHP. Artinya,
    mereka yang menjalankan tugas jurnalistik, tidak
    bisa dijerat dengan pasal-pasal pencemaran nama
    baik dalam KUHP.

91
  • Secara hukum, mereka mendasarkan pandangannya
    pada pasal 50 KUHP. Pasal tersebut menyebutkan
    bahwa barangsiapa melakukan perbuatan untuk
    melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak
    dipidana. Sementara pasal 3 UU Pers menyatakan
    salah satu fungsi pers nasional adalah melakukan
    kontrol sosial. Karena tugas jurnalistik yang
    dilakukan oleh insan pers dianggap sebagai
    perintah Undang-undang Pers, maka jurnalis yang
    menjalankan tugas jurnalistik itu tidak bisa
    dipidana.

92
  • Argumen lain adalah pasal 310 KUHP yang
    menyatakan bahwa pencemaran nama baik bukan
    pencemaran nama baik bila dilakukan untuk
    kepentingan umum. Berdasarkan pasal 6 UU Pers,
    pers nasional melakukan pengawasan, kritik,
    koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
    dengan kepentingan umum.

93
  • Bila UU Pers digunakan, menurut Hinca, jika ada
    masyarakat yang merasa dirugikan atau dicemarkan
    nama baiknya oleh pemberitaan pers, ia harus
    menggunakan hak jawabnya dan pers wajib melayani
    hak jawab itu. Kalau pers tidak mau memuat hak
    jawab tersebut, UU Pers mencantumkan ancaman
    denda Rp500 juta. Kalau hak jawab sudah dilayani
    utuh, maka problem selesai.Ia mengatakan, setelah
    hak jawab digunakan, pihak yang dirugikan tidak
    dapat lagi mengajukan gugatan perdata terhadap
    pers.

94
  • Nono Anwar Makarim, Ketua Yayasan Aksara,
    penggagas sekaligus pembicara di Law Colloquium,
    berbeda pendapat dengan Hinca dan Amir. Ia
    menyatakan, sebuah perbuatan, baik direstui oleh
    hukum, disuruh oleh hukum, atau tidak dilarang
    oleh hukum, harus dilakukan sesuai dengan
    peraturan-peraturan yang ada, sesuai dengan
    kepatutan dan tidak boleh melanggar hak orang
    lain.

95
  • "Kalau seorang polisi menindak seseorang, itu
    sesuai dengan hukum, memang tugas dia untuk
    menindak seseorang. Tetapi jika ia pukuli orang
    itu sampai pingsan, itu adalah melakukan sesuatu
    dengan dukungan UU untuk merugikan orang lain.
    Jadi, tidak bisa kita mengatakan ada pasal yang
    menyuruh kita melakukan pekerjaan ini, titik.
    Tidak bisa, mesti melakukannya sesuai kehendak
    hukum juga."

96
  • Menurut Nono, karena saat ini pasal-pasal
    pencemaran nama baik dan penghinaan dalam KUHP
    masih berlaku, maka yang seharusnya dilakukan
    adalah mengubah KUHP. Apalagi Nono berprinsip,
    mengubah KUHP akan membawa kemaslahatan pada
    seluruh bangsa Indonesia, ketimbang menyatakan UU
    pers sebagai lex specialis, yang hanya bermanfaat
    bagi kalangan pers saja.
  • "Alangkah tidak simpatiknya kalau seandainya pers
    hanya memikirkan diri sendiri. sehingga
    seandainya anggota pers melakukan sesuatu
    perbuatan yang bisa dihukum, ia kemudian boleh
    menggunakan hak jawab tapi kalau warga negara
    Indonesia yang lain melakukan, ia masuk penjara,"
    ujar Nono.

97
  • Menurutnya, yang mesti dilakukan oleh kalangan
    pers, adalah seperti apa yang telah mereka
    lakukan selama ini, yaitu membela masyarakat.
    Dengan menghapus ketentuan-ketentuan pidana yang
    mengkriminalisasi kebebasan berekspresi, termasuk
    pasal-pasal pencemaran nama baik, maka peraturan
    di Indonesia akan mengarah pada perangkat
    peraturan masyarakat beradab.Dikatakan Nono,
    kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi
    masyarakat merupakan tindakan masyarakat yang
    tidak beradab.

98
  • Namun, Hinca tetap tidak sependapat dengan Nono.
    Ia menegaskan,meski melakukan pekerjaan dalam
    rangka menjalankan peraturan perundang-undangan--s
    eperti dinyatakan dalam pasal 50 KUHP--tidak
    berarti jurnalis dapat semena-mena menabrak
    peraturan perundang-undangan yang lain.
  • Hinca menambahkan, sewaktu menjalankan tugas
    jurnalistik, wartawan terikat pada UU Pers dan
    Kode Etik Jurnalistik. Ini sesuai dengan pasal 7
    ayat 2 UU Pers yang menyatakan bahwa wartawan
    harus memiliki dan menaati kode etik. Kode etik
    menyatakan bahwa wartawan tidak boleh membuat
    berita yang memfitnah dan tidak berimbang. "Apa
    yang diatur dalam kode etik adalah bagian utuh
    dari UU Pers. UU Pers satu paket dengan Kode
    Etik.

99
  • Dalam pandangan Hinca, pengaturan terhadap pers
    memang harus eksklusif dan berbeda dengan aturan
    bagi masyarat umum. Pasalnya, pekerjaan
    jurnalistik adalah bersifat self regulatory,
    sehingga untuk menjalankan tugasnya ia harus
    dilindungi dengan ketentuan khusus.
  • Di mata Hinca, berbeda dengan KUHP, paradigma UU
    Pers adalah tidak memenjarakan wartawan. "Kalau
    pakai KUHP itu sudah aturan publik, padahal
    kerja-kerja jurnalistik adalah self regulatory.
    Wartawan nyolong, sikat dengan KUHP, tapi waktu
    ia menjalankan tugas jurnalistik, harus
    diselesaikan dengan cara-cara jurnalistik,
    cetus Hinca.

100
  • Masalahnya, selama ini dalam beberapa tafsir
    KUHP, ketentuan pasal 50 itu ditafsirkan hanya
    untuk pegawai negeri, khususnya polisi atau
    jaksa. Dalam buku Komentar KUHP oleh R. Soesilo
    misalnya. Soesilo menafsirkan bahwa yang dimaksud
    menjalankan perintah undang-undang dalam pasal 50
    KUHP itu adalah pegawai negeri. "Pegawai negeri
    yaitu orang yang diangkat oleh negara atau bagian
    dari negara untuk melakukan jabatan umum dari
    negara atau bagian dari negara itu.

101
  • Selain perdebatan mengenai pasal 50 KUHP, ada
    pula yang berpendapat materi dalam UU Pers
    dianggap tidak lengkap, sehingga tidak bisa
    dijadikan sebagai lex specialis dari KUHP.
  • Ketua MA Bagir Manan misalnya, secara tegas
    menyatakan UU Pers tidak bisa menjadi lex
    specialis bagi KUHP. Alasannya, dalam UU Pers
    tidak diatur soal pemidanaan.

102
  • Pendapat Bagir Dengan menyatakan UU Pers
    sebagai lex specialis dari KUHP dalam sebuah
    Perma, padahal UU Pers tidak mengatur soal
    pidana, di mata Bagir itu seperti menciptakan
    sebuah hukum baru. "Dalam UU Pers tidak ada
    ketentuan pidananya, lalu apa yang di (lex)
    specialiskan.

103
  • ketiadaan ketentuan pidana itu pula yang membuat
    hakim tidak bisa menolak ketika diminta mengadili
    jurnalis dengan pasal-pasal KUHP. Bagir
    berpendapat, yang harus didorong adalah pembaruan
    undang-undang, entah KUHP atau UU Pers.
  • "Kalau sepakat bahwa pers perlu mendapat
    pelayanan khusus dalam pemidanaan, maka diatur
    saja, bisa mengubah pasal KUHP atau dimuat dalam
    UU Pers".

104
  • Klaim Bagir bahwa tidak ada ketentuan pidana
    dalam UU Pers juga dibantah oleh Hinca.
    Menurutnya, tidak betul jika dikatakan dalam UU
    Pers tidak ada ketentuan pidana. "Banyak. Yang
    saya catat ada sembilan pasal, ucapnya. Ia
    menunjuk pasal 5 ayat (1) dan (2), pasal 4 pasal
    9, pasal 12 jo pasal 18 UU Pers. Namun, lanjut
    Hinca, berbeda dengan KUHP, dalam UU Pers ancaman
    hukuman bagi pers yang melakukan kesalahan adalah
    pidana denda, bukan penjara. Adapun pidana
    penjara ditujukan bagi orang yang
    menghalang-halangi kerja jurnalis.

105
  • Bahwa saat ini UU Pers tidak digunakan oleh
    penegak hukum, dikatakan Hinca, itu disebabkan
    karena kurangnya sosialisasi UU Pers, selain
    karena usianya yang masih muda. Ia mengemukakan,
    saat ini tidak ada yang peduli terhadap UU Pers
    dan kode etik, termasuk wartawan sendiri. Hinca
    berkeyakinan, masalah yang ada saat ini bukanlah
    masalah benturan Undang-undang melainkan
    pemahaman dan implementasi.

106
  • Toby Mendel, Direktur Article 19 juga menyuarakan
    pendapatnya mengenai lex specialis UU Pers dari
    KUHP Dalam makalahnya, menyatakan bahwa
    menjadikan UU Pers sebagai lex specialis KUHP
    adalah sesuatu yang sulit diterima secara hukum
    berdasarkan beberapa alasan.

107
  • Alasan pertama, dan yang paling utama, UU Pers
    tidak menyebutkan soal pencemaran nama baik, dan
    sama sekali tidak membahas soal hukum yang sangat
    kompleks itu. Seorang hakim, yang diharuskan
    mengadili kasus pencemaran nama baik dengan UU
    Pers, dihadapkan pada dua pilihan. Pertama, ia
    harus membuat peraturan lagi dari nol, sesuatu
    yang sangat sulit legitimasinya dan
    pertanggungjawabannya. Atau, ia dapat mengacu
    pada ketentuan pencemaran nama baik yang sudah
    ada, yang berarti bertentangan dengan ide awal
    penggunaan UU Pers.

108
  • Alasan kedua, kalau UU Pers menjadi lex specialis
    bagi media, maka hal yang sama akan terjadi pada
    hal lain yang membatasi kebebasan berpendapat.
    Misalnya untuk persoalan penyebaran kebencian,
    perlindungan terhadap privacy, proteksi terhadap
    keamanan nasional dan lain-lain. Implikasi hukum
    yang terjadi akan sangat luas. Beberapa bidang
    hukum akan terhapus dan digantikan dengan
    ketidakpastian hukum.

109
  • Ketiga, tidak terlihat sedikitpun indikasi, baik
    dari UU Pers maupun dari catatan-catatan selama
    penyusunan undang-undang tersebut yang
    mengindikasikan bahwa UU Pers memang ditujukan
    sebagai lex specialis. Menurutnya, sangat sulit
    untuk menyatakan bahwa UU Pers sebagai lex
    specialis, sementara UU Pers sendiri tidak
    mengindikasikan hal tersebut.

110
  • Bambang Harymurti, Pemimpin Redaksi Tempo yang
    dituntut dua tahun penjara karena pasal
    pencemaran nama baik, perubahan KUHP adalah
    sebuah solusi jangka panjang. Padahal saat ini,
    korban dari pihak pers terus berjatuhan sehingga
    diperlukan penyelesaian cepat yang mujarab.
    Penetapan UU Pers sebagai lex specialis KUHP
    mungkin merupakan solusi yang cepat dan cespleng.

111
  • Prof. Muladi berpendapat, bahwa delik pers perlu
    diatur dalam RUU ini. Menurut Muladi, selama ini
    kalau (suatu perbuatan,red) bukan dilakukan oleh
    pers menjadi tindak pidana dan kalau dilakukan
    oleh pers menjadi bukan tindak pidana.
    Seolah-oleh pers kebal hukum. Padahal pers sama
    dengan masyarakat umum, sesuai azas equality
    before the law, kata mantan Menteri Kehakiman di
    era Presiden Habibie ini.
  • Menurut Muladi, dalam Undang-Undang No.40/1999
    tentang Pers, tidak diatur mengenai delik pers.
    Undang-Undang tersebut hanya mengatur
    administrasi, bukan pidana. Tapi, menurut Muladi,
    sebelum sampai ke delik pers harus sudah ditempuh
    hak jawab dan koreksi terlebih dahulu.

112
  • Praktisi hukum Adnan Buyung Nasution sependapat
    dengan Muladi. Menurut Buyung, tidak bisa pers
    tidak punya tanggung jawab pidana. Menurutnya,
    Undang-Undang No.40/1999 terlalu sempit untuk
    menjangkau delik pers. Pers bukan Superman yang
    tidak bisa dijangkau hukum. Undang-Undang Pers
    hanya mengatur hak jawab, sementara hal lain
    belum diatur dan belum dijangkau.

113
  • Seharusnya sebagai konsekuensi dari berlakunya
    asas lex specialis derogat lex generalis (hukum
    yang lebih khusus mengalahkan hukum yang lebih
    umum), maka terdapat beberapa ketentuan dalam
    KUHP yang diatur secara khusus pada peraturan
    undang undang terkait, semisal dalam Undang-
    Undang No. 31 Tahun 1999 juncto Undang - Undang
    No. 20 Tahun 2001, tentang pemberantasan tindak
    pidana korupsi, yaitu ketentuan mengenai

114
  • Pasal 209 dan 210 KUHP, Bab VIII mengenai
    Kejahatan terhadap Penguasa Umum
  • Pasal 387 atau 388 KUHP, Bab XXV mengenai
    Penipuan
  • Pasal 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425 dan
    435 KUHP, Bab XXVIII mengenai Kejahatan Jabatan.

115
  • Dengan telah diaturnya secara khusus ketentuan
    KUHP dimaksud didalam UU No. 31/1999 juncto UU
    No. 21/2001 maka sebagai akibat hukumnya adalah
    dicabutnya keberlakuan dari pasal-pasal KUHP di
    atas.
  • Hal ini jelas berbeda dengan ketentuan Undang
    Undang Pers yang sama sekali tidak memiliki
    kaitan khusus dengan KUHP terutama mengenai Delik
    Pers.

116
THE END
Write a Comment
User Comments (0)
About PowerShow.com