STUDI KASUS - PowerPoint PPT Presentation

About This Presentation
Title:

STUDI KASUS

Description:

STUDI KASUS SISTEM DISTRIBUSI THE COCA COLA COMPANY DISUSUN OLEH : Ferry Susanto (033121) Firman Rusmayadi (033802) Hardian Wibawa (034281) Jerry Rahmat (033918) – PowerPoint PPT presentation

Number of Views:253
Avg rating:3.0/5.0
Slides: 14
Provided by: Jer8158
Category:
Tags: kasus | studi | cocacola

less

Transcript and Presenter's Notes

Title: STUDI KASUS


1
STUDI KASUS
  • SISTEM DISTRIBUSI
  • THE COCA COLA COMPANY

DISUSUN OLEH Ferry Susanto (033121) Firman
Rusmayadi (033802) Hardian Wibawa (034281) Jerry
Rahmat (033918)
2
Profil Perusahaan
  • Sejarah Singkat Perusahaan
  • Coca-Cola pertama kali diperkenalkan pada
    tanggal 8 Mei 1886 oleh John Smith Pemberton,
    seorang ahli farmasi dari Atlanta, Georgia,
    Amerika Serikat. Dialah yang pertama kali
    mencampur sirup karamel yang kemudian dikenal
    sebagai Coca-Cola.
  • Pada tahun 1892, Pemberton menjual hak cipta
    Coca-Cola ke Asa G. Candler yang kemudian
    mendirikan perusahaan Coca-Cola pada 1892.

3
  • Upaya mengiklankan merek Coca-Cola ini pada
    mulanya tidak mendorong penggunaan kata Coke,
    bahkan konsumen dianjurkan untuk membeli
    Coca-Cola dengan kata-kata berikut "Mintalah
    Coca-Cola sesuai namanya secara lengkap nama
    sebutan hanya akan mendorong penggantian produk
    dengan kata lain". Tetapi konsumen tetap saja
    menghendaki Coke, dan akhirnya pada tahun 1941,
    perusahaan mengikuti selera popular pasar. Tahun
    itu juga, nama dagang Coke memperoleh pengakuan
    periklanan yang sama dengan Coca-Cola, dan pada
    tahun 1945, Coke resmi menjadi merek dagang
    terdaftar. Tidak hanya minumannya, botol Coca
    Cola yang bentuknya khas juga terdaftar patennya
    pada tahun 1960. Coca Cola pertama kali dijual
    dalam bentuk kalengan pada tahun 1955. Setelah
    itu Coca Cola terus membuat pengembangan merek
    dan juga mengganti slogan-slogannya yang dinilai
    mampu untuk menyesuaikan dengan trend
    perkembangan pasar.
  • Pada tahun 2000, Coca Cola Company merupakan
    pabrik Minuman Ringan Berkarbonat terbesar di
    dunia. Meskipun produk ini telah memiliki sejarah
    yang panjang, akhir-akhir ini mereka terjebak
    dalam kesulitan finansial karena kesalahan
    strategi dalam penentuan elemen harga.

4
Enterprise Resource Planning (ERP) CCAI
  • Manajemen CCAI makin serius  mengembangkan TI.
    Sebelum menerapkan berbagai aplikasi untuk
    masing-masing unit bisnis, CCAI lebih dahulu
    menyiapkan infrastukturnya, termasuk aplikasi
    korporat Enterprise Resource Planning (ERP). Di
    CCAI, pengembangan insfrastruktur disesuaikan
    dengan kebutuhan bisnis, kemudian mencari solusi
    terbaik yang memungkinkan. Untuk memenuhi
    kebutuhan sistem ERP itu, CCAI memilih tiga
    produk, yakni Oracle Express, Hyperion Essbase
    dan Margin Minder (dari Salient). Sejak awal
    manajemen CCAI tak ingin menggunakan software ERP
    dari satu vendor saja.
  • Oracle Express dipakai karena sebelumnya CCAI
    sudah menerapkan Oracle Solution sehingga
    pemilihannya dinilai paling masuk akal. Sementara
    Essbase dipilih karena dinilai cocok dan punya
    fleksibilitas dengan lingkungan bisnis yang
    dihadapi CCAI di Indonesia. Apalagi Essbase
    kompatibel dengan software Lotus Notes dan Oracle
    Business Solution yang sebelumnya sudah dimiliki
    CCAI. Bahkan, Essbase juga kompatibel dengan 
    Microsoft Excel yang dipakai oleh banyak staf
    CCAI.
  • Setelah infrastruktur ERP tersedia barulah
    dikembangkan solusi pendukung di masing-masing
    unit bisnis. Antara lain, solusi Business
    Intelligence (BI), SRP, BASIS (aplikasi khusus
    divisi penjualan pemasaran yang dikembangkan
    sendiri), aplikasi inventori, dan lain-lain.
    Pendeknya, solusi yang diimplementasi,
    disesuaikan dengan kebutuhan unit-unit bisnis 
    CCAI.

5
  • Dalam pengembangan sistem TI, CCAI tak
    menyangkal pihaknya menggunakan konsultan, baik
    multinasional maupun lokal.  Konsultan hanya kami
    pakai untuk proses deployment, sedangkan desain
    dan strateginya semua dirumuskan Divisi Sistem
    Informasi Teknologi CCAI. Bagi CCAI, yang
    terpenting justru bagaimana menyelaraskan antara
    kebutuhan unit-unit bisnis dengan kemampuan
    sumber daya TI yang dimiliki.
  • Untuk urusan penyelarasan dengan kebutuhan
    bisnis ini, tampak sekali tim TI CCAI cukup
    serius. Dalam hal ini Divisi Sistem Informasi
    Teknologi CCAI mengangkat tiga Manajer Solusi
    Bisnis (MSB) yang masing-masing berhubungan
    dengan unit bisnis yang berbeda. Tugas mereka
    menjalin hubungan dengan unit-unit bisnis yang
    ada di CCAI. Secara garis besar, unit bisnis di
    CCAI dikelompokkan menjadi tiga bagian
    (berdasarkan fungsi),  yakni Penjualan
    Pemasaran Manufakturing Logistik Keuangan,
    General Affairs SDM. Mereka berhubungan
    langsung dengan tim-tim tersebut, perannya
    seperti konsultan internal. Setiap MSB melakukan
    pertemuan reguler dengan unit bisnis yang
    membidangi tugasnya minimal sebulan sekali. Untuk
    menyampaikan pencapaian yang sudah dilakukan,
    ataupun mendata kebutuhan baru  para user.
  • Kini, pemanfaatan TI di CCAI boleh dibilang
    relatif lebih maju dibanding kebanyakan
    perusahaan lain. Terutama di bagian penjualan dan
    pemasaran, sesuai dengan bisnis inti CCAI. 
    Contohnya, wiraniaga CCAI yang tersebar di 120
    Sales Centre (SC) di Indonesia, sekarang lebih
    mudah menjalankan tugasnya. Mereka dari waktu ke
    waktu tahu bagaimana posisi stok, beginning stock
    pagi hari dan ending stock di sore hari. Esoknya,
    ketika  mereka tiba di  kantor pukul 08.00 WIB,
    langsung mengetahui produk apa yang paling laku
    atau permintaannya paling bagus, mana yang
    stoknya menumpuk, channel atau pelanggan mana
    yang harus segera disuplai,  pelanggan mana saja
    yang harus segera dicek posisi ordernya, dan
    sebagainya.

6
  • Singkatnya, aplikasi ini membantu para
    wiraniaga  merencanakan kegiatan yang harus
    dilakukan. Dari situ mereka bisa tahu  ada
    beberapa jenis produk plus jumlah unitnya yang
    harus ditambahkan pada gerai-gerai tertentu, mana
    yang kelebihan stok, sehingga harus disebar ke
    titik distribusi yang lain. Aplikasi ini juga
    bisa dipakai untuk menentukan taktik penjualan di
    tingkat gerai (bonus atau cara lainnya). Dalam
    skala yang lebih besar, aplikasi ini memudahkan
    pula mengontrol posisi persediaan produk di
    masing-masing depo secara real time di seluruh
    Indonesia. Bila posisi sebuah produk di depo (SC)
    ada yang menipis, bisa langsung mengorder ke
    pabrik (plant).
  • Hal ini semua dimungkinkan karena setiap
    wiraniaga kembali ke kantor di sore hari, mereka
    diwajibkan mengentri data (ke komputer yang
    sudah terintegrasi dalam sistem) dari invoice 
    transaksi yang mereka lakukan. Dari input data
    yang mereka lakukan kemudian diolah menjadi data
    yang matang oleh sistem, sehingga bisa
    dimanfaatkan buat mereka sendiri untuk keperluan
    pengambilan keputusan sehari-hari (day-to-day
    operation).  Mereka bisa lebih cepat mengeksekusi
    kegiatan apa yang bakal dilakukan setiap harinya.
    Di samping itu, hasil olahan data tadi dapat pula
    dimanfaatkan untuk pengambilan  keputusan pada
    tingkat strategis oleh manajemen atas dan
    menengah, melalui aplikasi BI. 
  • Bahkan, khusus  bagi para wiraniaga CCAI di
    wilayah Jabotabek, benefit yang mereka terima
    lebih banyak. Untuk mereka disediakan Personal
    Digital Assistance (PDA) yang selalu
    disinkronisasi dengan data yang ada di sistem TI
    CCAI. Maka, seorang wiraniaga saat tidak berada
    di kantor pun  bisa tahu posisi penjualan, stok
    dan order dari berbagai pelanggan yang menjadi
    tanggung jawabnya. Dan dari situ bisa cepat
    melakukan langkah antisipasi yang diperlukan.
    Contohnya, ketika sedang istirahat makan siang
    tiba-tiba di PDA muncul info bahwa Hero atau
    Matahari kekurangan stok produk tertentu,
    wiraniaga bisa langsung order ke SC agar segera
    dikirimkan produk ke dua supermarket itu. 
    Memang, untuk berbagai kenyamanan dan kecepatan
    itu tak sedikit dana yang dikeluarkan CCAI, 
    karena harus membelikan PDA buat para wiraniaga

7
Strategic Route Planning (SRP) CCAI
  • Salah satu contoh aplikasi yang sukses di
    jalankan perusahaan multinasional itu, yakni
    sistem Strategic Route Planning (SRP). Pihak CCAI
    mengklaim di Indonesia belum ada perusahaan yang
    menerapkan SRP.
  • Strategic Route Planning (SRP) merupakan solusi
    Teknologi Informasi (TI) yang memungkinkan
    perusahaan merumuskan strategi routing secara
    tepat. Misalnya, sebuah area dengan jumlah
    penduduk tertentu sebaiknya dilayani dengan
    berapa armada, bagaimana jalur masing-masing
    armada agar lebih efisien dan efektif,  wilayah
    mana yang masih kosong dan bisa dipenetrasi oleh
    wiraniaga (salesman) CCAI, dan sebagainya.  Semua
    itu bisa diketahui dari SRP yang serba
    terkomputerisasi. Singkatnya, ini merupakan
    sistem aplikasi yang bisa memproses digital
    mapping distribusi produk-produk Cola-Cola.

8
  • Bagi perusahaan penjualan (sales company)
    seperti CCAI, SRP jelas sangat dibutuhkan dalam
    proses bisnisnya. Ini diakui Deborah Intan Nova,
    Manajer Sistem Informasi Nasional Teknologi
    CCAI.  Beliau lebih jauh menjelaskan, ada empat
    tujuan implementasi Teknologi Informasi (TI) di
    CCAI, diantaranya
  • Meningkatkan pendapatan (revenue generation).
  • Meningkatkan pelayanan pelanggan
  • Mengelola atau meminimalkan biaya (efisiensi).
  • Meningkatkan utilisasi aset, seperti truk,
    chiller, colddrink, dan lain-lain.
  • Tentu saja, SRP  hanya sebagian dari solusi TI
    yang telah diterapkan CCAI. Sekadar catatan,
    sejak lima tahun lalu, CCAI melakukan berbagai
    pembaruan  dari sistem yang  sebelumnya masih
    sederhana. Saat itu pemanfaatan TI sangat jauh
    dari optimal. Memang telah banyak tersedia
    komputer (PC), tapi masing-masing berdiri sendiri
    alias belum terintegrasi dalam satu sistem yang
    memberikan nilai tambah. Padahal, di luar itu,
    CCAI dihadapkan pada tantangan berat. Persaingan
    di bisnis yang digeluti makin sengit, tak hanya
    melawan sesama pemain CSD. Skala organisasi yang
    harus diintegrasikan juga cukup besar.Bayangkan,
    ketika proses integrasi sistem TI akan dimulai, 
    jumlah PC-nya saja mencapai sekitar 2.000 unit
    (di kantor pusat ataupun cabang). CCAI mempunyai
    10 wilayah operasional dengan total  9.500
    karyawan. Jumlah gerai yang ditangani sekitar 400
    ribu, dan tiap hari tak kurang dari 50 ribu
    invoice yang harus diproses.
  • Strategic Route Planning (SRP) CCAI Dengan
    Menggunakan Global Positoining System (GPS) dan
    Arithmetical Counting.

9
  • Sebenarnya, dari berbagai solusi yang sudah
    diimplementasi CCAI, yang paling unik memang
    aplikasi SRP.  Selain aplikasi ini amat
    fundamental buat CCAI sebagai perusahaan 
    penjualan distribusi, SRP juga belum banyak
    diterapkan perusahaan lain di Indonesia. SRP
    memungkinkan perusahaan mengontrol penguasaan
    wilayah distribusi. Dengan mengimplementasi SRP,
    Coca-Cola bisa tahu semua wilayah distribusinya,
    misalnya daerah mana yang masih kosong, rute-rute
    mana yang masih bisa dikembangkan, dan mana saja
    yang harus dipenetrasi dengan tambahan armada
    atau eksekutif wiraniaga baru.
  •  Menariknya, SRP ini bukan sekadar teknologi 
    berbasis Global Positioning System (GPS)
    sebagaimana banyak dipakai perusahaan distribusi
    atau taksi. Kalau GPS sekadar untuk melihat atau
    memotret posisi sementara, SRP menggabungkan
    antara GPS dengan hitung-hitungan aritmatika
    (Arithmetical Counting). GPS diperlukan untuk
    mengcapture letak atau lokasi masing-masing
    gerai. Dari situ kemudian dimasukkan ke dalam
    sistem SRP dan diolah untuk merumuskan pola
    kunjungan atau rute terbaik. Dari SRP, manajemen
    mengetahui, misalnya bila CCAI punya 20 truk
    kanvas, rute mana saja yang paling efektif dan
    efisien yang harus dilewati masing-masing truk
    hingga tidak ada gerai yang terlewatkan. Jadi,
    jangan sampai salesman mengendarai mobil lebih
    jauh dan mengunjugi banyak tempat, tapi secara
    total tingkat produktivitasnya rendah. SRP yang
    dipakai CCAI  bernama Roadshow 2.0, dari vendor
    Descartes,  perusahaan software asal Amerika
    Serikat. Kabarnya, mulai ada beberapa software
    house lokal yang mencoba membuat software
    sejenis, walaupun hingga kini belum terlihat di
    pasar

10
GPS Tracking for Distribution Route at Coca-Cola
11
  • Untuk menjalankan solusi SRP, bagian TI CCAI
    juga bekerja sama dengan penggunanya dari sisi
    unit bisnis yang juga dinamai Divisi SRP. Divisi
    ini bertugas khusus mencari niche market baru dan
    terus memperbarui peta distribusi. Maka, jika ada
    kawasan perumahan baru yang tiba-tiba perlu
    dilayani, akan terpantau dari analisis tim SRP.
    Tim ini juga bertugas mensurvei kelayakan
    sekaligus langsung memetakan cara melayani suatu
    wilayah atau pasar baru (dengan bantuan solusi
    TI). Caranya, tim SRP menganalisis beban kerja
    tiap rute dan dicari cara yang paling mungkin
    untuk melayani. Alternatifnya, bisa dilayani dari
    salah satu rute di sekitarnya, atau bisa pula
    investasi truk baru. Pendeknya, tim SRP-lah yang
    secara rutin melakukan digital mapping terhadap
    distribusi produk-produk Coca-Cola, sehingga
    kemungkinan adanya pasar yang terlewatkan sangat
    kecil. Agaknya, inilah salah satu keunggulan
    pemasaran Coca-Cola yang yang belum dimiliki
    pemain lain.

12
Comment to Distribution Systems at CCAI
  • Handri Wana, Manajer Sistem Layanan Nasional yang
    bertugas di Divisi Penjualan Pemasaran CCAI,
    melihat keberadaan TI di CCAI amat membantu
    tugasnya sehari-hari. "Khususnya untuk
    mendapatkan visibilitas data hingga pada
    tingkatan yang kecil. Jadi saat ini data yang
    diberikan lebih detail dan lengkap dibanding
    sebelumnya ketika proses bisnis masih manual,"
    tuturnya. Kini, ia juga mudah mengetahui apakah
    sebuah rute distribusi yang menjadi tanggung
    jawabnya efektif atau tidak, seberapa tinggi
    level efisiensinya, bagaimana perbandingan level
    efektivitasnya dari rute lain, dan sebagainya. 
  • Sebelumnya data semacam itu bisa diperoleh, tapi
    menurut Handri tidak detail. Belum lagi prosesnya
    lama. Untuk memperoleh informasi berskala
    nasional, ia mesti mengonsolidasi data dari 10
    cabang operasional CCAI. Ia mesti menanyakan satu
    per satu ke unit-unit bisnis yang ada di cabang
    itu. "Ada sih ada, tapi lama dan tidak bisa
    detail," ujarnya. Keberadaan SRP, diakui Handri,
    sangat membantu. "Karena tool itu merupakan cara 
    paling efektif untuk membuat rute distribusi,"
    katanya terkesan puas.
  • Selain solusi-solusi yang sudah disinggung,  CCAI
    masih pula  mengembangkan solusi lain. Misalnya,
    solusi inventori yang sangat membantu mengontrol
    persediaan bahan baku. Selain itu, CCAI juga
    mengembangkan aplikasi CRM via  website yang
    telah  beberapa kali memenangi penghargaan. Dari
    sistem di website itu juga ditampung semua
    masukan, termasuk komplain yang kemudian
    dikumpulkan dalam sistem, bersama masukan dan
    komplain yang datang melalui telepon dan petugas
    pelayanan pelanggan.
  • Hadi Barko, pengamat dan konsultan TI dari HB
    Consulting, melihat dari segi infrastruktur, TI
    CCAI memang sudah bagus, apalagi ini perusahaan
    multinasional. Namun demikian, ia menilai, yang
    lebih penting sebenarnya justru orangnya.
    "Bagaimana sikap orang-orang di perusahaan itu,
    apakah people-nya benar-benar mengoptimalkan
    keberadaan tool yang ada atau belum, katanya. Ia
    mencontohkan, jika wiraniaga sudah dibekali PDA
    yang terkoneksi dalam sistem tapi justru jarang
    dipakai untuk tujuan itu, ya tidak optimal. 
    Mantan Direktur TI di Avon Indonesia dan Reckitt 
    Beckinser ini mencontohkan pengalamannya sendiri
    di perusahaan terdahulu, ketika sistemnya  sudah
    tersedia,  tapi ada hambatan pada  karyawan yang
    memakainya secara minimal.

13
  • Hadi juga berpendapat,  seharusnya kini
    merupakan saatnya CCAI membangun koneksi online
    dengan para mitra yang merupakan key account
    seperti Hero, Carrefour, dan lain-lain.  
    "Seharusnya sistem TI mereka bisa langsung
    terhubung dengan sistem inventori para key
    account. Saya kira banyak pemain yang sudah
    melakukannya, terutama dengan modern channel.
    Sebab, ini merupakan pasar yang potensial dan
    kontribusinya besar, sehingga perlu ada treatment
    khusus, ungkapnya.  Pihak CCAI sendiri mengaku
    saat ini memang sudah  terkoneksi online dengan
    para mitra kuncinya itu.
  • Menurut Hadi,  ada baiknya manajemen CCAI juga
    mulai menjadikan TI sebagai peranti untuk
    pengembangan produk. Misalnya sebagai media untuk
    konsolidasi semua masukan, komplain, dan saran
    pengembangan produk. Ini bisa digabung dengan
    saluran telepon hotline kemudian diproses dengan
    sistem TI. "Saya kira itu akan membantu mereka
    dalam memenangi persaingan di Indonesia," ujar
    Mitra Pengelola HB Consulting ini.
  • The Distribution Model at Coca Cola
Write a Comment
User Comments (0)
About PowerShow.com